Kalau kita cermati pelaksanaan peradilan pidana kita dalam praktek, hubungan timbal balik dan saling tergantung antara sub-sistem dalam sistem peradilan pidana di Indonesia sangatlah sulit terjadi. Kemudian dikaitkan dengan KUHAP yang selama ini dijadikan pedoman dalam melaksanakan peradilan pidana di Indonesia, maka sebenarnya di dalam praktek hukum peradilan pidana kita lebih mendekati kepada suatu proses, yang dilaksanakan melalui tahapan-tahapan tertentu, yaitu:
1. TahapPenyelidikan;
2. TahapPenyidikan;
3. TahapPenuntutan;
4. Tahap Pemeriksaan di Sidang Pengadilan;
5. Upaya hukum biasa dan luar biasa;
6. PelaksanaanPutusan.
Di negara demokrasi tampak bahwa aparat kepolisian selalu dihadapkan pada dua konflik kepentingan yaitu kepentingan memelihara ketertiban di satu sisi dan kepentingan mempertahankan asas legalitas di sisi lain.Â
Di lain pihak ada pendpat bahwa "police reform" tidak diartikan, bahwa tingkah laku polisi ada kaitannya dengan perubahan karakter dan tujuan dari ogranisasi kepolisian itu sendiri dimana kewajiban polisi adalah mewujudkan sistem yang berlandaskan pada "keadilan hukum" atau "legal justice". Apabila demikian halnya, maka masalah pokok bukan terletak pada masalah baik atau buruknya petugas polisi, melainkan pada sistem yang dipolakan sebagai kerangka pelaksanaan tugas seorang polisi.Â
Menurut Muladi model sistem peradilan pidana yang cocok bagi Indonesia adalah model yang mengacu kepada: "daad-dader strafrecht" yang disebut: model keseimbangan kepentingan.Â
Model ini adalah model yang realistik yaitu yang memperhatikan pelbagai kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum pidana yaitu kepentingan negara, kepentingan umum, kepentingan individu, kepentingan pelaku tindak pidana, dan kepentingan korban kejahatan.Â