Pemenang, tentu saja, berhak atas seluruh rumput yang dipertaruhkan. Semakin banyak yang ikut bermain, semakin besar peluang sang pemenang untuk memenuhi secara cepat keranjang mata besarnya. Tapi kalau hanya berdua, mereka harus bermain berkali-kali, hingga salah satu keranjang pemain penuh oleh rumput taruhan.
Marno dan Gito baru saja terlelap di bawah pohon mangga yang rimbun, saat seekor musang hitam berlari mengagetkan Marno dan membuatnya terbangun. Sayup-sayup terdengar suara adzan sholat asar.
Marno menatap Gito yang terlelap dengan dengkuran halus. Lalu matanya berpindah menatap keranjang mereka berdua yang masih kosong plong. Tak selembar rumput pun ada di dalamnya.
"Hari sudah semakin sore, tapi keranjang masih kosong. Duh! Kenapa malas sekali hari ini ya?", gumam Marno dalam hati.
Ia membayangkan bagaimana ayahnya yang galak akan menghardik dan menghukumnya dengan tidak boleh bermain malam ini sehabis ngaji di masjid. Biasanya ia masih boleh bermain di gardu kampung dengan teman-temannya sehabis mengaji. Tapi cerita akan lain apabila tugas merumputnya gagal dan pulang dengan keranjang kosong.
Gito terbangun dari lelapnya saat mendengar suara Marno memanggil namanya berulang-ulang. Dengan malas ia bangun, lalu meminta Marno mengulang omongannya. Ditatapnya senja yang kian menua di ujung langit, sementara keranjang rumputnya masih kosong melompong.
"Ayukkkk, kita mainkan!", serunya.
Kedua sahabat itu segera mengambil sabit masing-masing dan mulai merumput. Dengan semangat empat lima, kedua remaja itu mengumpulkan sedikit demi sedikit rumput hasil sabitannya hingga setinggi satu meter. Rumput itulah pertaruhan mereka untuk bermain Daknang.
Putaran pertama Gito menang, tapi putaran berikutnya Marno terus yang menang. Dari enam kali putaran, Marno memenangkan lima kali. Artinya, ada sekitar sepuluh meter rumput yang masuk keranjangnya, sesuai dengan kapasitas keranjang yang dibawa.
Dimasukkannya rumput hasil taruhan itu ke dalam keranjang, lalu diinjaknya kuat-kuat agar padat. Marno tersenyum lega karena keranjangnya penuh. Ia duduk beristirahat, bersandar pada pohon duwet. Ia menatap wajah Gito yang asem kecut karena kalah bermain. Keranjang Gito baru berisi rumput dua meter yang belum dipadatkan. Artinya, ia masih harus mengisi setidaknya delapan meter rumput lagi agar keranjangnya penuh. Itu setara dengan kurang lebih satu jam merumput.
"No, jangan pulang dulu ya? Bantuin!", seru Gito pada sahabatnya yang sedang leyeh-leyeh.