Mohon tunggu...
Hani
Hani Mohon Tunggu... Guru - Growing

"Sedang bertumbuh menjadi orang yang lebih baik, salah satunya dengan menulis." ~Hani~

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Tak Mungkin Membuat Semua Orang Senang (Review Buku)

29 Desember 2024   20:29 Diperbarui: 30 Desember 2024   13:39 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kayak biasa kita bahas dari hal paling luar dulu sebelum ke unsur genetiknya judulnya dibuat timbul dan inilah salah satu ciri khas buku original berjudul Tak mungkin membuat semua orang senang karya Jeong Moon Jeong.

Rilis di Korea tahun 2018 sedangkan di Indonesia sendiri cetakan pertama di bulan Desember tahun 2019 dan cetakan keduabelasnya bulan Februari di tahun 2022 jumlah halaman 206 diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama atau GPU.

Secara umum, buku ini banyak membahas tentang kejadian yang mungkin pernah kita alami atau dekat dengan kita dalam kehidupan sehari-hari.

Seperti yang sudah dituliskan dalam sinopsis pada bagian belakang bukunya, kandungan di dalamnya memuat beberapa hal yang perlu kita latih dalam menentukan sikap. 

Berisi sekitar 50 esai yang dibagi lima bagian. Pada tiap bagian kebanyakan esainya sangat singkat, cuma tiga halaman. Dan yang menarik, prolog buku ini. Judulnya: Bagaimana Menghadapi Orang Kasar yang Kita Temui dalam Kehidupan Sehari-hari?

Penulis menceritakan tentang bagaimana seseorang menghadari komentar kasar dari orang lain. Dia mengambil contoh dari sebuah acara bincang-bicang. Di situ ada seorang komedian perempuan asal korea selatan dan seorang aktor.

Si aktor berkata kepada ke komedian tersebut, "Wajahmu mirip wajah laki-laki."

Dalam situasi seperti ini, orang yang mendapat komentar seperti itu biasanya ikut tertawa dan mengabaikannya, seakan tanda setuju. Tapi si komedian perempuan ini tidak. Dia menatap aktor itu dan berkata, "Oh nyindir."

Kemudian, aktor tersebut pun meminta maaf dan berkata dia hanya bergurau.

Jelas, kan? penulis sendiri menulis bahwa:

Ucapan-ucapan seperti ini akan membuat orang-orang tertawa sekaligus menyadari bahwa kata-kata yang mereka dengar selama ini, yang selalu mereka anggap tidak penting, sebenarnya penuh prasangka dan kasar.

Dalam hidup ini, kita, khususnya perempuan mungkin sering berada di dalam posisi si komedian tadi. Komentar-komentar soal fisik sering mampir ke telinga kita. Kita barangkali lebih sering ikut tertawa, karena kalau kita tersinggung, kita akan dicap sebagai orang yang terlalu sensitif atau terlalu serius dan gak bisa diajak bercanda.

Lalu, bagaimana cara menghadapi komentar kasar dari orang lain dengan lebih elegan tanpa marah-marah atau menangis.? Tapi, penulis bilang, cara-cara yang ada di buku ini membutuhkan latihan. Penulis sendiri pun berlatih untuk dapat mengekspresikan diri.

Satu kutipan yang menarik:

Aku terus berlatih tanpa kenal lelah dan akhirnya sekarang tidak lagi terus memikirkan orang-orang yang menyakiti perasaaanku dan tidak lagi menghukum diriku sendiri.

Dengan kata lain, penulis mau bilang bahwa ikut tertawa atas komentar kasar orang lain sama saja menghukum diri sendiri.

Tulisan lain yang menurutku relevan dengan kebiasaan masyarakat indonesia, yaitu tulisan yang berjudul: Belajar Menolak dengan Tegas dan Berkelas.

Kenapa aku bilang relevan? Karena orang Indonesia itu kebanyakan suka gak enakan. Kalian mungkin sering mengatakan beberapa hal ini di dalam hati:

Duh sebenarnya aku lagi banyak kerjaan, tapi aku gak enak nolak.

Dan segudang gak enakan lainnya. Oke, pada dasarnya kamu itu orang baik, senang membantu orang lain. Tapi kalau kondisi kamu sedang banyak kerjaan, tapi memaksakan diri untuk membantu, sampai-sampai kamu begadang dan sakit, kamu perlu evaluasi diri.

Kalau kondisinya seperti itu, kamu itu sedang berada dalam kondisi yang kurang tepat untuk membantu orang lain. Di saat seperti ini, kamu harus mencari cara untuk menolak tanpa menyinggung perasaan orang lain.

Bagaimana caranya? Ya harus terus terang dengan keadaanmu saat ini. Misalnya kalau memang jadwal deadline pekerjaan cukup padat, kamu bisa mengatakan apa adanya. Dengan begitu, orang yang meminta tolong akan mengerti posisi kamu dan dia bisa mencari alternatif lain.

Jadi jangan takut dibenci, karena kamu menolak permintaan orang lain. Jika kamu terus berkata ya atas permintaan orang lain sampai jadi beban, dia akan terus meminta ke kamu, meski mereka tahu permintaan itu kelewat batas.

Kenyataan dalam hidup ini, kita tidak bisa menyenangkan semua orang.

Aku jadi teringat kisah Lukmanul hakim bersama anaknya yang tak mungkin membuat semua orang senang terhadap apa yang dilakukan.

Dalam sebuah kesempatan, saat Luqman mengajari puteranya dengan kehidupan nyata di tengah-tengah masyarakat bersama seekor keledai, Luqman berkata, Wahai putraku! Lakukanlah hal-hal yang mendatangkan kebaikan bagi agama dan duniamu. Terus lakukan hingga kau mencapai puncak kebaikan. Jangan pedulikan omongan dan cacian orang. Apapun yang diperbuat oleh seseorang akan selalu ada yang mempersalahkan. Selalu saja ada yang tidak setuju. 

Kemudian Luqman menaiki keledai dan menyuruh puteranya berjalan menuntun keledai. Sekelompok orang yang menangkap pemandangan yang menurut mereka aneh, segera berkomentar mencaci: Anak kecil itu menuntun keledai, sedang orang tuanya duduk nyaman di atas keledai. Alangkah congkak dan sombongnya orang tua itu. Luqman pun berkata: Puteraku, coba dengar, apa yang mereka katakan.

Luqman lalu bergantian dengan puteranya, kini giliran Luqman yang menuntun keledai, dan puteranya naik di atasnya. Mereka melanjutkan perjalanan hingga bertemu sekelompok orang. Tak pelak, orang-orang pun segera angkat bicara setelah menangkap pemandangan yang tak nyaman di mata mereka. Lihatlah, anak kecil itu menaiki keledai, sementara orang tua itu malah berjalan kaki menuntunnya. Sungguh, alangkah buruknya akhlak anak itu. Luqman kemudian berkata kepada puteranya: Anakku, dengarlah apa yang mereka katakan.

Mereka berdua melanjutkan perjalanan. Kali ini, keduanya menaiki keledai mungil itu. Mereka berdua terus berjalan hingga melewati sekelompok orang yang duduk di pinggir jalan. Lagi-lagi, mereka berkomentar saat melihat Luqman dan puteranya. Dua orang itu naik keledai berboncengan, padahal mereka tidak sedang sakit. Mereka mampu berjalan kaki. Betapa mereka tak kasihan pada hewan, sindir seseorang yang melihat luqman. Lihatlah apa yang mereka katakan, wahai puteraku! Luqman kembali menasihati puteranya.

Tanpa menghiraukan caci maki orang-orang itu, Luqman dan puteranya kembali melanjutkan perjalanan. Terakhir kali, mereka berjalan kaki bersama, sambil menuntun keledai. Subhanallah! Lihat, dua orang itu menuntun keledai bersama, padahal keledai itu sehat dan kuat. Kenapa mereka tidak menaikinya saja? betapa bodohnya mereka.

Dengarlah apa yang mereka katakan! Bukankah telah aku katakan padamu? Lakukan apa yang bermanfaat bagimu dan jangan kau hiraukan orang lain. Aku harap kau bisa mengambil pelajaran dari perjalanan ini, kata Luqman mengakhiri perjalanan bersama puteranya.

Cerita kebijaksanaan Luqman bersama anaknya dapat kita ambil hikmahnya, bahwa manusia haruslah menjadi orang yang kuat, sehingga memiliki pendirian yang teguh dan kokoh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun