Setelah mendapat surat rujukan, saya memutuskan untuk kembali kerumah terlebih dahulu untuk mengambil perlengkapan yang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari. Setelah itu saya kembali lagi ke rumah sakit sekitar pukul 12 dan pendaftaran untuk poliklinik sudah tutup, maka dari itu saya langsung pergi ke UGD dan ternyata sudah pembukaan satu.
Suami saya langsung diminta untuk mengisi data-data yang diperlukan serta sebuah surat penjanjian dari rumah sakit. Perawat langsung memasang infus dan pemasangan karteter. Ketika pemasangan infus saya tidak terlalu panik dan terasa biasa karena tidak sakit, namun ketika pemasangan karteter saya sedikit teriak karena kaget dan merasa panik.
Pemasangan karteter sebagai jalan kita untuk buang air kecil, namun ketika saya ingin buang air kecil rasanya tidak bisa keluar, tapi ternyata kantongnya sudah penuh. Setelah suami saya selesai mengisi data, dia langsung menemani saya bersama dengan perawat disana. Saya terus memberikan pertanyaan kapan operasi akan dimulai, namun perawat hanya menjawab sebentar lagi. Hal itu membuat saya merasa gugup dan panik, akan tetapi saya mencoba untuk tetap tenang.
setelah beberapa menit, seorang suster datang membawa kursi roda dan meminta saya untuk duduk. Awalnya saya menolak karena takut karteter yang dipasang menimbulkan rasa sakit. Namun oleh suster saya diminta untuk duduk saya. Sambil mendorong kursi roda, suster itu bilang agar saya selalu berdoa supaya dilancarkan semuanya.
Selama menuju ruang operasi, mulut saya selalu komat kamit tak berhenti. Suami saya juga tidak ketinggalan terus berdoa dan menguatkan saya, ruang operasi ditutup dan saya melihat suami saya dengan mata penuh harapan agar saya dapat kuat menjalani operasi ini.
Sampai diruang operasi, saya langsung disuruh untuk ganti baju operasi dan langsung disuruh untuk berbaring untuk menunggu pindah ruangan. Para dokter kesana kemari mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan. Bahkan saya beberapa kali ditanya mengenai data yang kurang lengkap serta saya memiliki alergi antibiotik apa, dan lain sebagainya.
Pada saat, tempat tidur didorong saya sudah semakin pasrah dan hanya bisa berdoa terus kepada Tuhan. Sampai diruang operasi, ternyata ruangan ini lebih terasa dingin daripada ruangan sebelumnya. Alat-alat sudah tertata rapi, lampu operasi sudah terang dan tubuh saya diangkat ke meja operasi.
Rasa takut yang saya rasakan berubah menjadi rasa kepasrahan dan berharap semuanya berjalan dengan lancar, saya dan bayi saya sehat. Jempol saya dipasang alat sebagai pengecek deyut nadi, hidung saya dipasang alat oksigen. Selanjutnya saya diminta untuk memeluk bantal dalam keadaan duduk dengan posisi badan dilemaskan agar tulang belakang saya tidak tegang ketika di suntik.
Setelah saya diminta untuk berbaring kembali, dada saya dipasang kain berwarna hijau untuk menutupi bagian perut ke bawah. Mungkin tujuannya agar pasien tidak melihat proses operasi yang dilakukan. Dokter mulai membersihkan bagian perut saya menggunakan alkohol dan saya diminta untuk mengangkat kedua kaki, terasa berat dan kaki saya hanya bisa diangkat sekitar 10cm sampai saya tidak bisa merasakan kaki saya lagi.
Selanjutnya dokter melakukan pembedahan dibagian perut, yang saya rasakan sayatan tidak terlalu panjang, setelah menunggu beberapa waktu dokter mengatakan bahwa anak saya sudah keluar dan berjenis kelamin perempuan, cantik dan semuanya normal. Rasa panik dan takut yang saya rasakan sebelumnya berubah menjadi perasaan haru dan  bersyukur semuanya berjalan lancar.
Setelah obat bius yang diberikan habis, muka saya terlihat pucat kembali karena sudah merasakan rasa sakit, panas akibat sayatan dan saya sudah boleh dipindahkan ke ruang perawatan. Dan terasa bahagianya saya bisa menyusui bayi saya. Rasa sakit yang terasa seketika hilang setelah melihat bayi saya.