"Naik kereta api tut...tut..tut siapa hendak turut".
"Ke Bandung- Surabaya bolehlah naik dengan percuma".
"Ayo kawanku lekas naik keretaku tak berhenti lama."
Aku, kamu dan kalian semua barangkali sudah tahu bahkan hapal betul lirik lagu anak-anak yang berjudul "Naik Kereta Api" ciptaan Ibu Sud. Lagu anak-anak dengan tempo nada cepat sekaligus riang gembira yang sampai sekarang masih "nyangkut" di kepala.Â
Boleh jadi penciptanya saat itu, Ibu Sud sangat menjiwai dan mendalami arti nikmat dan senangnya berpergian naik kereta api. Begitulah kesan yang saya tangkap dari lagu tersebut adalah naik kereta api itu sangatlah menyenangkan, membuat hati bahagia, gembira ria, melepas jenuh dan lelah.
"Maka sebelum aku jatuh cinta kepadamu (istriku) aku telah lebih dulu jatuh cinta kepada kereta api". Uhuy, begitulah kiranya yang bisa saya katakan atas perasaan yang dalam terhadap kereta api. Alat transportasi yang legend di negeri ini.
Namun dibalik kecintaan saya terhadap kereta api sosok ayahlah yang pertama kali memperkenalkan saya dengan alat transportasi massal ini. Kala itu kereta api bagi kami sekeluarga adalah transportasi murah meriah untuk bisa mencapai kampung halaman ayah bertemu keluarga besarnya di Surakarta, Jawa Tengah. Hampir setiap tahun kami pulang ke Solo naik kereta api. Senja Utama dan Senja Ekonomi dua nama kereta api yang sering membawa kami kesana.
Jangan bandingkan keadaan kereta api jaman dulu dengan jaman sekarang meski bagi saya yang sudah umur kepala empat sesekali rindu mengenang suka dan duka akan keadaan kereta api jaman dulu. Bayangkan saja, entah pada lebaran tahun kapan saya mesti masuk gerbong kereta api dari jendela toilet yang tidak ada kacanya sebab begitu banyaknya penumpang berebutan untuk naik.
Ayah mengangkat tubuh kecil saya ke atas muka jendela toilet yang ukurannya sempit itu dan mendorongnya ke dalam sementara ibu dan adik saya yang saat itu masih berumur dua tahun sudah menunggu di dalam gerbong. Untung saja ada seorang tentara yang mau ikut menarik tubuh saya ke dalam.
Gerbong yang penuh sesak ditambah seringkali di tengah perjalanan mati lampu sehingga di dalam gerbong kami menyalakan sebatang lilin. Belum lagi toilet yang baunya tidak karuan, kipas angin yang tidak menyala, suara sumbang pengamen dan penjaja makanan seliweran tidak ada habisnya sepanjang jalan.
Dan yang pasti yang tidak kalah seru adalah saat kami mesti gelar koran di bawah tempat duduk kereta api lalu tidur di bawah sana dengan telinga begitu jelas mendengar gemuruh detak roda berjalan di atas rel besi.
Tapi itu dulu, sekarang tidak lagi carut marut. Saat ini alat transportasi yang namanya kereta api telah berubah dahsyat. Seperti cara pemesanan tiket lalu ruang tunggu stasiun yang tidak sumpek berjubel kemudian gerbong-gerbong kereta api yang bagus dan nyaman dan juga lengkap fasilitasnya, pramugari dan pramugara kereta api yang baik dan ramah serta para polsuska yang setia setiap saat membantu. Bahkan sekarang ini sampai toilet di area stasiun pun sangat dijaga kebersihan dan kelayakannya. Sungguh luar biasa.
*******
Kini setelah beranjak dewasa dan telah menikah berpergian dengan kereta api seakan-akan tidak terpisahkan. Sebab memang kereta api alat transportasi yang menurut kami nyaman bila kami hendak berpergian ke luar Jakarta untuk naik gunung. Dulu yang hanya kenal dua nama kereta api saja kini hampir semua tahu nama-nama kereta api dan kemana saja jurusannya. Dari yang kelas ekonomi hingga yang eksekutif. Sampai-sampai saya mengkoleksi tiket-tiket kereta api yang pernah saya naiki yang tentunya dengan relasi yang berbeda-beda.
Bagi saya naik kereta api tidak hanya sekedar menikmati pemandangan indah dari luar jendela. Banyak hal yang lain seperti apabila kereta api berhenti di stasiun-stasiun kecil di tengah persawahan atau perbukitan untuk bersilang dengan kereta lain. Seperti di stasiun Cipeundeuy di wilayah Daop 2 Bandung di mana semua jenis kereta api baik ekonomi maupun eksekutif wajib berhenti di sana untuk mengecek kesiapan alat pengereman kereta api.Â
Di stasiun Cipeundeuy itulah banyak para penjual makanan seperti batagor atau somay dan yang lainnya di luar stasiun. Karena kereta api berhenti cukup lama di sana 7 sampai 10 menit maka stasiun tersebut menjadi favorit penumpang untuk kulineran.
Atau di stasiun Bumiayu Daop V Purwokerto. Dari stasiun Bumiayu dapat terlihat jelas lekuk gunung Slamet yang begitu indah menawan. Rasa-rasanya seperti mematung bila berhenti di stasiun tersebut sebab menikmati keindahan alamnya. Tetapi mungkin sekarang agak terhalang oleh pembangunan peron stasiun yang memanjang dengan kanopi yang lebar.
Bunyi peluit semboyan 41 dari kondektur dan sahutan semboyan 35 dari masinis termasuk juga hal yang menarik dan pembeda untuk alat transportasi ini. Bagi saya pribadi seperti pasokan imun positif yang mengalir masuk ke dalam tubuh. Belum lagi bunyi bel stasiun serta lagu-lagu selamat datang yang berbeda-beda di tiap-tiap stasiun merupakan irama yang penuh kenangan tak terlupakan. Sungguh, saya menyebutnya itu adalah suara-suara petualangan. Dan naik kereta api adalah sebuah petualangan.
Ada lagi moment yang tidak boleh terlewatkan dan telah menjadi sakral bagi saya bila naik kereta api yaitu wajib melihat proses penyambungan lokomotif ke gerbong kereta api. Maka dari itu satu jam sebelum keberangkatan biasanya saya sudah sampai di area peron stasiun. Termasuk juga menikmati suasana gerbong restorasi adalah hal yang menarik dan tak boleh terlewatkan.
Makan berdua bersama istri atau kawan-kawan seperjalanan di dalam gerbong restorasi adalah hal yang sangat manis romantis dan hukumnya wajib selama dalam perjalanan. Apalagi menu-menu makanan di kereta api pun saat ini sangat menggiurkan dan variatif. Favorit saya adalah nasi goreng Parahyangan. Kalau istri menu favoritnya bakso. Setelah makan besar selesai lalu di tutup dengan teh hijau dengan gula batu sambil berbincang-bincang menikmati pemandangan sungguh sebuah perjalanan yang menyenangkan.
Meskipun ada juga rasa kangen sama suasana "pasar" di dalam gerbong kereta api. Di mana banyak jajanan khas tiap daerah yang dijajakan di sana seperti pecel ayam, nasi rames serta kudapan-kudapan ringan yang menjadi makanan khas oleh-oleh. Suara-suara lantunan para pedagang yang menjajakan dagangannya seakan-akan masih terngiang di kepala.
Seperti harapan banyak orang yang menggunakan alat transportasi kereta api semoga kualitas pelayanan dan fasilitasnya terus bertambah. Termasuk juga menambah trayek-trayek atau jalur-jalur yang dulu terputus mesti diaktifkan kembali. Bagi saya tidak ada alat transportasi darat semeriah ini dalam mengangkut penumpang serta banyak meninggalkan kenangan selain kereta api.
Handy Pranowo
23-10-2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H