Dan yang pasti yang tidak kalah seru adalah saat kami mesti gelar koran di bawah tempat duduk kereta api lalu tidur di bawah sana dengan telinga begitu jelas mendengar gemuruh detak roda berjalan di atas rel besi.
Tapi itu dulu, sekarang tidak lagi carut marut. Saat ini alat transportasi yang namanya kereta api telah berubah dahsyat. Seperti cara pemesanan tiket lalu ruang tunggu stasiun yang tidak sumpek berjubel kemudian gerbong-gerbong kereta api yang bagus dan nyaman dan juga lengkap fasilitasnya, pramugari dan pramugara kereta api yang baik dan ramah serta para polsuska yang setia setiap saat membantu. Bahkan sekarang ini sampai toilet di area stasiun pun sangat dijaga kebersihan dan kelayakannya. Sungguh luar biasa.
*******
Kini setelah beranjak dewasa dan telah menikah berpergian dengan kereta api seakan-akan tidak terpisahkan. Sebab memang kereta api alat transportasi yang menurut kami nyaman bila kami hendak berpergian ke luar Jakarta untuk naik gunung. Dulu yang hanya kenal dua nama kereta api saja kini hampir semua tahu nama-nama kereta api dan kemana saja jurusannya. Dari yang kelas ekonomi hingga yang eksekutif. Sampai-sampai saya mengkoleksi tiket-tiket kereta api yang pernah saya naiki yang tentunya dengan relasi yang berbeda-beda.
Bagi saya naik kereta api tidak hanya sekedar menikmati pemandangan indah dari luar jendela. Banyak hal yang lain seperti apabila kereta api berhenti di stasiun-stasiun kecil di tengah persawahan atau perbukitan untuk bersilang dengan kereta lain. Seperti di stasiun Cipeundeuy di wilayah Daop 2 Bandung di mana semua jenis kereta api baik ekonomi maupun eksekutif wajib berhenti di sana untuk mengecek kesiapan alat pengereman kereta api.Â
Di stasiun Cipeundeuy itulah banyak para penjual makanan seperti batagor atau somay dan yang lainnya di luar stasiun. Karena kereta api berhenti cukup lama di sana 7 sampai 10 menit maka stasiun tersebut menjadi favorit penumpang untuk kulineran.
Atau di stasiun Bumiayu Daop V Purwokerto. Dari stasiun Bumiayu dapat terlihat jelas lekuk gunung Slamet yang begitu indah menawan. Rasa-rasanya seperti mematung bila berhenti di stasiun tersebut sebab menikmati keindahan alamnya. Tetapi mungkin sekarang agak terhalang oleh pembangunan peron stasiun yang memanjang dengan kanopi yang lebar.
Bunyi peluit semboyan 41 dari kondektur dan sahutan semboyan 35 dari masinis termasuk juga hal yang menarik dan pembeda untuk alat transportasi ini. Bagi saya pribadi seperti pasokan imun positif yang mengalir masuk ke dalam tubuh. Belum lagi bunyi bel stasiun serta lagu-lagu selamat datang yang berbeda-beda di tiap-tiap stasiun merupakan irama yang penuh kenangan tak terlupakan. Sungguh, saya menyebutnya itu adalah suara-suara petualangan. Dan naik kereta api adalah sebuah petualangan.
Ada lagi moment yang tidak boleh terlewatkan dan telah menjadi sakral bagi saya bila naik kereta api yaitu wajib melihat proses penyambungan lokomotif ke gerbong kereta api. Maka dari itu satu jam sebelum keberangkatan biasanya saya sudah sampai di area peron stasiun. Termasuk juga menikmati suasana gerbong restorasi adalah hal yang menarik dan tak boleh terlewatkan.
Makan berdua bersama istri atau kawan-kawan seperjalanan di dalam gerbong restorasi adalah hal yang sangat manis romantis dan hukumnya wajib selama dalam perjalanan. Apalagi menu-menu makanan di kereta api pun saat ini sangat menggiurkan dan variatif. Favorit saya adalah nasi goreng Parahyangan. Kalau istri menu favoritnya bakso. Setelah makan besar selesai lalu di tutup dengan teh hijau dengan gula batu sambil berbincang-bincang menikmati pemandangan sungguh sebuah perjalanan yang menyenangkan.