Tetapi anehnya tak ada satupun pihak keamanan yang turun terlibat langsung mencegah anjing-anjing itu berbuat lebih brutal. Setidaknya mencari tahu dari mana datangnya anjing-anjing liar tersebut dan siapa yang mengangkutnya ke tengah kota. Tak ada ku dengar suara sirene mobil polisi yang lalu lalang sementara kota telah hancur berantakan oleh serbuan ratusan anjing-anjing liar.
Dari berita di televisi ku lihat anjing-anjing liar itu masuk ke rumah-rumah makan, ke pelosok-pelosok gang dan perumahan. Seorang reporter televisi yang sedang meliput berita tiba-tiba di serang dari belakang oleh anjing-anjing tersebut. Keadaan makin kacau rupanya.
Di seberang jalan ku lihat seorang lelaki tua berlari sambil berteriak minta tolong tak jauh di belakangnya puluhan anjing siap menerkam. Dengan sigap ku kayuh sepedaku ke arah lelaki tua yang mengenakan peci dan sarung tersebut.
"Ayo pak cepat".
"Tidak nak, bapak tidak sanggup lagi".
Kembali ku teriak kepada orang tua tersebut agar segera naik ke jok belakang sepeda.
"Nak, cepat kau selamatkan masjid yang ada di sana. Segala isinya telah hancur berantakan oleh anjing-anjing liar. Jangan hiraukan bapak nak. Cepat nak".
Puluhan anjing-anjing itu semakin mendekat. Gigi dan taringnya siap menerkam dan meremukkan tulang. Aku tak tahu harus bagaimana lagi bila ku tolong orang tua itu pastinya aku juga jadi sasaran anjing-anjing tersebut. Aku tak mau mati konyol. Ku tinggalkan orang tua itu.
Benar saja. Tak tersisa apapun di dalam masjid ini selain kekacauan yang luar biasa. Karpet-karpet rusak berantakan. Mimbar jatuh ke lantai begitupun kitab-kitab suci yang ada di rak pun berhamburan. Kertas-kertas kitab suci sobek karena cakar dan gigitan anjing. Lalu ku masuk ke dalam masjid tersebut mencoba merapikan kitab-kitab suci yang berantakan di lantai namun tiba-tiba dari belakang aku mendengar suara yang menakutkan.Â
Tiba-tiba sesuatu yang lebih besar dari tubuhku menerjang dari belakang. Menindihku. Ku rasakan kuku-kuku tajam mencengkeram kemudian berusaha menggigit leherku. Aku berontak memberi perlawanan dengan kaki dan tangan yang terus bergerak memukul badan anjing tersebut. Sia-sia. Tak butuh lama anjing itu pun membuat diriku lumpuh tak berdaya. Aku tak bisa juga berteriak.Â
Rasa-rasanya ada benda cair yang keluar mengalir dari belakang leher. Masih dalam keadaan setengah sadar ku lihat anjing-anjing itu tertawa kegirangan. Ku merasa diriku di masukkan ke dalam kantong yang besar mirip dengan karung lalu di pukul kepalaku hingga remuk. Aku berteriak. Terus berteriak. Namun anjing-anjing itu tetap memukul kepalaku.