Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Serbuan Anjing

16 Januari 2024   16:05 Diperbarui: 16 Januari 2024   16:26 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tak pernah melihat truk sebesar itu sebelumnya. Itu bukan truk milik TNI atau Polisi. Itu juga bukan truk besar macam kontainer pengangkut barang. Truk itu berwarna merah dan hitam di bagian belakangnya dengan gambar kepala anjing. Ban-ban truk itu besarnya dua kali lipat dari ban truk biasa. Knalpotnya ada di bagian depan kepala truk. Satu di kanan satu kiri.

Sepintas yang lebih aneh ku lihat dari jendela samping yang terbuka dua ekor anjing tengah duduk di kabin depan. Pikirku apa anjing itu yang mengendarai truk besar ini. Ah tidak. Aku salah lihat mungkin. Bisa saja penglihatanku jadi terganggu karena lampu truk tadi. Atau karena pikiranku sedari tadi melantur memikirkan banyak hal yang tak biasanya malam ini.

Kira-kira seratus meter berjalan melewati halte truk besar itu pun berhenti seketika. Suara gesekan seluruh bannya dengan aspal jalan membuat suara berderit kencang. Truk berhenti. Diam. Kira-kira lima detik berselang pintu belakang truk itu terbuka lalu tiba-tiba ratusan anjing serentak melompat keluar.

Sontak aku kaget. Handphone yang ku genggam hampir terpelanting jatuh ke tanah. Tak pernah ku lihat anjing sebanyak itu sebelumnya apalagi anjing-anjing tersebut keluar dari dalam truk. Mereka langsung berhamburan ke jalan raya. Bagai ratusan prajurit perang yang sedang mengincar musuh ke setiap penjuru.

Beberapa anjing-anjing berlari kencang ke arah halte dengan tatapan mata yang tajam ke arahku. Anjing-anjing itu seperti akan menerkam dan memangsa diriku sebab hanya aku satu-satunya manusia yang ada di situ. Tanpa pikir panjang aku berlari ke belakang halte ku lihat ada celah gorong-gorong yang terbuka seukuran tubuhku tanpa aba-aba aku melompat masuk ke dalamnya.

Di dalam gorong-gorong yang gelap aku jongkok. Diam. Sampai-sampai bernafas pun aku takut. Takut anjing-anjing itu bisa mendengar nafasku yang berderu kencang. Takut anjing-anjing itu dapat mencium nafasku yang penuh ketakutan. Sungguh, tubuhku gemetar. Kedua kakiku serasa tak berpijak tanah.

Aku tak mau mati konyol di gigit anjing-anjing liar itu namun aku tak tahu mesti bagaimana. Aku takut berteriak minta tolong. Lagi pula di jalanan sama sekali tidak ada orang. Gila. Dari mana ratusan anjing-anjing itu. Siapa yang mempunyai ide untuk mengangkutnya ke dalam truk lalu di lepaskan di tengah kota.

Pasti sinting orang yang melakukan hal ini. Atau ia sedang merencanakan kerusuhan di tengah kota dengan bantuan ratusan anjing-anjing liar. Dari celah gorong-gorong air yang terbuka aku mencoba mengintip keluar. Keringat dingin mengucur dari tubuhku. 

Aku berdoa semoga anjing-anjing itu tidak bisa menemukanku di sini. Ku fokuskan ke dua mataku untuk melihat pergerakkan anjing-anjing tersebut. Ratusan anjing-anjing itu bertubuh kurus dengan lidah merah panjang menjulur. Kedua matanya menyala terang. Air liur menetes deras dari lidahnya. Ku perhatikan tiap tetes air liur yang jatuh mengeluarkan asap putih yang pekat.

Tak lama aroma sangit tercium seperti aroma daging hangus terbakar. Apa mungkin itu bau air lurnya. Atau aroma itu keluar dari tubuh anjing-anjing yang nampak tak terurus itu. Kini udara malam bercampur dengan aroma hangus daging terbakar. Perutku mual. Rasanya ingin muntah. Aku terus meludah. Oh tidak, aku merasakan firasat yang buruk.

Ku perhatikan sebagian anjing-anjing itu melompat masuk ke setiap pagar rumah atau gedung-gedung di sepanjang jalan. Sebagian menggigiti dan merusak fasilitas-fasilitas umum di jalanan. Aroma menjijikkan itu terus mengudara menempel di hidung. Aku terus meludah. Kepalaku pening di buatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun