Aku memilih jalan keliru, lembab dan berliku.
Terasa berpuluh-puluh tahun kabut melumuri wajahku.
Aku mendengar jutaan tangis dan jeritan.
Aku menyaksikan orang-orang miskin kesakitan.
Dan aku mendengar lirih batu nisan memanggil diriku dari kejauhan.
Tunggu, tunggulah dulu aku pasti datang.
Aku terus berjalan, bukit-bukit dan lembah masa depan terkoyak tanpa kepastian.
Dunia penuh topeng-topeng menjemukan, memuakkan.
Dan aku terlibat di dalam perkelahian panjang bersama mereka.
Apakah sebentar lagi ia datang menyembelih segala keinginan.
Apakah sebentar lagi ia datang dengan wajah yang seram menjijikan.
Jantungku berdegup kencang, aku di dera ketakutan.
Tuhan.
Aku melihat orang-orang kaya rakus berebut makan.
Aku melihat orang-orang miskin mati kelaparan.
Aku mendengar tangis dan dagelan perang.
Aku melihat hutan dan lautan mengerang.
Dan aku melihat diriku di dalam sebuah perkumpulan manusia tanpa kepala tanpa perasaan.
Handy Pranowo
22 Mei 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H