Setelah usai kau menggambar laut dan biduk yang tenggelam.
Kau berdoa kepada Tuhan agar doa-doa juga karam dalam pelayaran.
Sementara angin resah membatu di dermaga yang tak pernah kau gambar.
Hanya saja kau buat titik-titik merah pada bibir pantai yang ternyata adalah darah-darah segar hatimu yang terkapar.
Lukamu tak pernah di sembuhkan tetapi kau teramat bahagia merayakan sebuah perpisahan.
Dan kau masih terus menggambar, laut dan biduk yang tenggelam.
Hatimu tabah bagai angin selatan di tepi ombak yang memercik kepedihan.
Dan kau nyala mercusuar di tengah badai yang menghempas kesunyian.
Adakah yang lebih halus dari butiran-butiran pasir di tepi pantai.
Adakah yang lebih lembut dari buih-buih di sepanjang ombak yang menghantam karang.
Hatimu palung terdalam menyimpan segala perih dan rapuh yang panjang.
Namun dirimu terus menggambar sisa-sisa kenangan yang tenggelam dan tak pernah berharap menjadi lautan.
Handy Pranowo
19032022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H