Kantor kelurahan satu atap satu pintu menyambut kedatanganku di hari Rabu.
Sinar matahari menembus malu-malu, ruang tunggu terasa lengang, terasa hangat tidak kaku.
Beberapa pria paruh baya dan seorang perempuan tua tengah duduk menunggu giliran.
Di tangan mereka lembaran-lembaran kertas berbalut plastik transparan entah surah tanah, ijazah atau surat keterangan tidak mampu.
Sekarang giliranku, nomor antrianku dua puluh tujuh.
Aku datang menghadap, petugasnya wanita muda berkerudung merah, make up wajahnya tipis senyumnya lembut dan manis.
"Selamat siang pak, ada yang bisa kami bantu".
"Begini bu, maksud tujuan saya datang ke sini ingin memperpanjang puisi".
Mendengar ucapanku tadi petugas itu bingung dahinya mengkerut, bibirnya ikut-ikutan menguncup.
"Tunggu sebentar ya pak".
Ia beranjak meninggalkanku tak lama kembali membawa rekan kerjanya seorang perempuan separuh baya kerudungnya coklat motif bunga-bunga, make up wajahnya tebal, bibirnya tebal, senyumnya sedikit dan kantung matanya penuh celak hitam.
"Bagaimana pak ada yang bisa saya bantu"
"Iya bu, tadi saya sudah katakan sama ibu yang itu, saya ke sini mau memperpanjang puisi, ini sudah saya siapkan fotokopi KTP, KK, serta saya lampirkan pula fotokopi kartu BPJS bila memang di perlukan".
"Di sini tidak bisa memperpanjang puisi pak, di sini khusus mengurus data warga semisal KTP, KK, surat tanah dan lain sebagainya."
Sama seperti wanita yang pertama, ia pula bingung, dahinya mengkerut namun bibir tebalnya tak bisa menguncup.
"Tapi sebelum ke sini sempat saya datangi kantor polisi, kata petugas di sana urus saja hal ini di kelurahan".
Wanita separuh baya itu menatapku heran sambil kembali memeriksa berkas-berkas yang telah saya serahkan lalu ia memperhatikanku lagi kini lebih teliti dari atas sampai bawah hingga bola matanya hampir saja terjatuh.
"Saya jadi bingung bu kok di lempar-lempar begini punya urusan apakah puisi saya tidak bisa di perpanjang".
"Kemanakah saya mesti mengadu terlebih sekarang segala syarat semakin bertumpuk sungguh sangat merepotkan".
"Maaf ya pak sekali lagi kami beritahukan bahwa di kantor ini tidak mengurus perpanjangan puisi bapak bisa ke puskesmas atau mungkin ke rumah sakit."
"Lah puskesmas dan rumah sakitkan tempatnya berobat, saya tidak sakit bu hanya ingin memperpanjang puisi".
"Kalau begitu bapak datangi saja kantor kecamatan biar nanti saya tulis surat rekomendasi untuk mengurus keperluan bapak di sana".
"Oya ini berkas-berkas bapak jangan lupa di bawa, simpan yang baik KTP, KK dan kartu BPJSnya".
Dengan langkah gontai ku tinggalkan kantor kelurahan ada rasa cemas bila puisi ini tidak bisa di perpanjang hidupku yang sedemikian rupa sial hanya tergantung kepada puisi.
Handy Pranowo
03032022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H