"Tunggu sebentar ya pak".
Ia beranjak meninggalkanku tak lama kembali membawa rekan kerjanya seorang perempuan separuh baya kerudungnya coklat motif bunga-bunga, make up wajahnya tebal, bibirnya tebal, senyumnya sedikit dan kantung matanya penuh celak hitam.
"Bagaimana pak ada yang bisa saya bantu"
"Iya bu, tadi saya sudah katakan sama ibu yang itu, saya ke sini mau memperpanjang puisi, ini sudah saya siapkan fotokopi KTP, KK, serta saya lampirkan pula fotokopi kartu BPJS bila memang di perlukan".
"Di sini tidak bisa memperpanjang puisi pak, di sini khusus mengurus data warga semisal KTP, KK, surat tanah dan lain sebagainya."
Sama seperti wanita yang pertama, ia pula bingung, dahinya mengkerut namun bibir tebalnya tak bisa menguncup.
"Tapi sebelum ke sini sempat saya datangi kantor polisi, kata petugas di sana urus saja hal ini di kelurahan".
Wanita separuh baya itu menatapku heran sambil kembali memeriksa berkas-berkas yang telah saya serahkan lalu ia memperhatikanku lagi kini lebih teliti dari atas sampai bawah hingga bola matanya hampir saja terjatuh.
"Saya jadi bingung bu kok di lempar-lempar begini punya urusan apakah puisi saya tidak bisa di perpanjang".
"Kemanakah saya mesti mengadu terlebih sekarang segala syarat semakin bertumpuk sungguh sangat merepotkan".
"Maaf ya pak sekali lagi kami beritahukan bahwa di kantor ini tidak mengurus perpanjangan puisi bapak bisa ke puskesmas atau mungkin ke rumah sakit."