Kantor kelurahan satu atap satu pintu menyambut kedatanganku di hari Rabu.
Sinar matahari menembus malu-malu, ruang tunggu terasa lengang, terasa hangat tidak kaku.
Beberapa pria paruh baya dan seorang perempuan tua tengah duduk menunggu giliran.
Di tangan mereka lembaran-lembaran kertas berbalut plastik transparan entah surah tanah, ijazah atau surat keterangan tidak mampu.
Sekarang giliranku, nomor antrianku dua puluh tujuh.
Aku datang menghadap, petugasnya wanita muda berkerudung merah, make up wajahnya tipis senyumnya lembut dan manis.
"Selamat siang pak, ada yang bisa kami bantu".
"Begini bu, maksud tujuan saya datang ke sini ingin memperpanjang puisi".
Mendengar ucapanku tadi petugas itu bingung dahinya mengkerut, bibirnya ikut-ikutan menguncup.