Sudah empat hari ini ibu sakit, waktu pertama mengeluh ku tawarkan untuk pergi ke dokter 24 jam atau ke puskesmas di dekat kecamatan.
Tetapi ibu menolak takut di colok hidungnya.
Baiklah kataku namun ku berharap ibu baik-baik saja tidak seperti tahun lalu waktu beliau kena covid.
Kemarin malam kakak sepupuku yang seorang perawat datang menjenguk, memeriksa keadaannya.
Katanya setelah di tes hasilnya negatif, ia bilang bahwa ibu kecapean dan butuh waktu istirahat.
Ibu tidak boleh dulu menerima tamu jahitan sampai kesehatannya normal, lagi pula cuaca tahun ini tidak bersahabat di tambah pandemi yang belum berakhir lewat.
Melalui telepon genggam ku tanyakan kepadanya hendak di belikan apa ibu, hari ini anakmu mampir menjenguk.
"Belikan ibu puding nak di toko roti kincir angin, mulut ibu terasa pahit ingin yang lembut dan manis". suara ibu serak terdengar di telepon genggam.
Tanpa bertanya kembali ku katakan oke namun setelah ke sana kemari, kelalang-keliling tak satupun ku dapati toko kue yang ibu sebut tadi.
Kepada tukang parkir pinggir jalan aku bertanya di mana toko roti kincir angin berada.
Setengah bingung lelaki yang menggantung priwitan itu berkata "Kincir anginnya besar apa kecil boss".
Aduh, aku lupa menanyakan kepada ibu perihal itu, ku telpon kembali ibu namun naasnya tak diangkat, entah di mana, apa tidur, di kamar mandi atau bisa jadi di halaman belakang sedang bicara dengan tanaman-tanamannya.
Kembali ku bertanya kepada tukang parkir, "Memangnya kalo kincir anginnya yang besar ada di mana dan kalau yang kecil juga di mana".
Nah saya juga tidak tahu ada di mana, "Coba Om tanya sama polisi, barangkali polisi lebih paham yang Om maksud".
"Hadeeuuhh, percuma lapor polisi lagi pula belum tentu dia tahu toko roti yang ibu maksud".
Belum lagi saya meluncur mencari toko roti tersebut suara telepon berbunyi ternyata datang dari ibu.
"Iya bu mohon maaf, anakmu belum mendapatkan apa yang ibu mau kalau ibu bersedia menunggu sebentar lagi pasti akan ketemu".
"Tidak jadi nak, cepat saja kamu datang ke sini, sudah lama kita tidak sholat berjamaah, ibu rindu kau imammi setengah jam lagi ashar tiba.
Air mataku tak terasa mengalir, rasa dalam hati bercampur aduk tak karuan dan pada saat ku usap air mataku terlihat di depan sebuah plang nama bertuliskan toko roti kincir angin.
Ku amati cermat dan seksama nampak sepasang kincir angin melambai-lambaikan kan tanganya, lamban dan santai seperti mengajakku masuk ke dalam.
Jiwaku sumringah lalu bergegas menuju ke sana.
"Tunggu sebentar ya bu, aku pasti datang, menjenguk ibu".
Ku bayangkan wajah ibu tersenyum sambil menyantap puding kesukaanya.
Semoga cepat sembuh, ibuku tercinta.
Handy Pranowo
18022022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H