Sepasang mata telah menjadi bulan, cahayanya redup melintas di alismu yang hitam.
Sepasang burung malam terbang bersahutan, betina dan jantan.
Menepis angin memeluk cakrawala jauh terbentang.
Di bumi, di bumi yang semakin tua dan meradang.
Puisi 10
Di mana kamu taruh pesananku, hujan dan angin yang dingin.
Aku ingin segera melumatnya sebelum datang banjir.
Jiwaku lapar, jiwaku haus, merangkak dan meluruh.
Sambil terus ku tulis puisi untukmu di atas kabut nan biru.
Puisi 11
Sepasang kucing mengeong dan mengerang.
Kuning dan hitam berekor panjang.
Di dalam gelap di sudut jalan remang-remang, yang kuning menggigit leher dan menindih yang hitam.
Aku tertegun sambil membayangkan istriku apakah ia bisa ku bangunkan.
Seperti kucing kuning kepada kucing hitam., menggelepar melepaskan erangan.
Puisi 12
Terbuat dari apa sepi yang dingin ini.
Ingin ku kemas dan kubawa pergi.
Ke dalam kamar di mana kamu rebah dan telanjang.
Menggauli mimpi dari bunga-bunga yang harum di pekarangan.
Oh, aku malas beranjak aku suka sekali cuaca yang dingin dan suasana yang sepi.
Lalu aku bakar lagi rokok yang di larang undang-undang.
Sebab membuatku mabuk kepayang dan menghilang.
Oh Tuhan, sudikah kamu jadi temanku sebelum subuh datang.
Handy PranowoÂ
27082021
untuk Maryam Maharani