Mantan suamiku bukan orang yang baik, aku mengenalnya di tempat kerjaku yang dulu. Ia datang mengaku sebagai pegawai swasta, setelah beberapa kali kencan ia bilang jatuh cinta kepadaku, katanya mataku mirip sekali dengan mata istrinya, ah dasar laki-laki, penuh gombal, penuh intrik.
Ya seperti itulah hidupku semua telah terlanjur terjadi dan tak akan mungkin terulang kembali. Kini aku lebih suka bersentuhan dengan Tuhan, tangannya lembut dan seringkali mengajakku menyelami keindahan.
Cahaya matahari memudar perlahan, nyala lampu di rumah-rumah sempit menerangi jalan dan wajah penghuninya di dalam. Lurus dari gang ini apartment dan gedung-gedung menjulang nampak kokoh dan anggun.
Anakku perempuan sudah pulang mengaji, cita-citanya hendak menjadi dokter katanya agar bisa sembuhkan batuk ibunya yang kerap kali kambuh sejak di diagnosa ada kerusakan di dalam paru-paru.Â
Tuhan, dalam bayang-bayang tidurku engkau hadir menggerayangi tubuhku namun aku takut, aku takut kamu ambil nyawaku maka dengan siapa nanti anakku perempuan akan di tuntun.Â
Sebab waktu aku persis sama dengan umurnya, kamu tidak datang menolongku, kamu tidak hadir saat rentenir itu menutup wajahku dengan kerudung biru milikku.
Tetapi Tuhan, aku tetap mencintaimu.
Handy Pranowo
05052021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H