Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Matamu yang Bulan Itu

2 Mei 2021   02:11 Diperbarui: 2 Mei 2021   02:41 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilutrasi matamu yang bulan itu. pixabay.com/patricia alexandre

Matamu telah menjadi bulan yang paling sunyi, memilih hening dan sendiri sambil menyeberangi garis malam yang terbentuk oleh takdir hidup dan mati. 

Lautan kabut dan jarak waktu terbengkalai menyusun mimpi yang tak pernah selesai. Arah mana jalan yang mesti di lewati sedang persimpangan menjadi rambu yang susah di mengerti.

Dan puisi ini berapa kali harus membunuhmu agar kamu bisa merayakan segala perih yang tak sempat di kuburkan oleh waktu yang terus menikam jantungmu. 

Aku ingin sekali menjadi teman malammu sekali lagi ketika hujan melarutkan air matamu yang bening dan kaku menjadi kunang-kunang, kuku hantu atau bintang-bintang yang bisu.

Dan ternyata kamu adalah kekasihku, sedemikian hebatnya aku melupakanmu namun tidak matamu yang bulan itu. Aku mengenalinya sungguh, di suatu waktu yang terlampau jauh.

Maka tunjukkanlah aku sebuah jalan menuju persimpangan yang dulu pernah menjadi rambu peringatan di mana kita simpan kata-kata yang paling beracun.

Lalu kita memilih telanjang dengan sikap kekanak-kanakkan yang tidak lagi lugu, di bawah lampu kamarmu yang suram saat itu. Aku mencium harum nafasmu, seperti harum purnama yang baru muncul.

Tatapan matamu begitu dalam dan aku merasakan ada sesuatu yang hendak keluar dari sana, bulat dan terang. Katamu kenalilah rindu ini sayang bila nanti kita berpisah tak akan ada lagi yang mesti di pertanyakan.

Setelah itu kamu terburu-buru mengikat rambutmu lalu pergi meninggalkan aku. Dan bulan terang menggantung di kamarmu, aku terpaku menatap bisu.

Handy Pranowo

02052021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun