Tidak lama dari itu, setahun kemudian di susul si "Mbak" seorang perempuan yang bertugas bersih-bersih di tempat kontrakkan yang saya tempati.
Si Mbak ini baik, rajin dan periang, saya juga kenal dengan suaminya, mereka mempunyai tiga orang anak, dua lelaki dan satu perempuan, kebetulan suaminya buka warung kopi tak jauh dari kontrakkan.Â
Saya sering mampir di sana setiap malam, sekedar ngopi dan ngobrol-ngobrol dengan warga setempat sebab saya pendatang di tempat itu.
Hingga suatu hari suaminya curhat kepada saya kalau istrinya terkena kanker payudara, saya sempat kaget sebab si Mbak nya tidak pernah bilang atau terlihat sakit. Ia tetap datang tiga kali dalam seminggu ke kontrakkan lalu bersih-bersih halaman dan lorong-lorong kontrakkan.Â
Saya bertanya kepada suaminya apakah sudah di bawa ke dokter atau rumah sakit, ia katakan sudah di bawa ke rumah sakit dan sekarang lagi urus BPJS nya sebab biaya obat dan perawatan lumayan mahal apalagi untuk biaya kemo.
Saya sering melihat si Mbak bersih-bersih kontrakkan namun kali ini dengan pemandangan yang lain, ia terlihat tidak sanggup lagi mengangkat ember air pel. Pagi itu saya datang menghampirinya.
"Sini mbak saya angkat embernya, mbak kan sakit kenapa mesti kerja, memangnya bu haji nyuruh mbak kerja"
"Nggak apa-apa mas, lagian di rumah saya malah bingung, mau ngapain" sahutnya lirih.
"Ya istirahat mbak"
Berat badanya terlihat turun drastis, sambil ia tunjuk salah satu payudaranya, ia bilang.Â
"Yang ini sudah di angkat kemarin, sakit banget", air matanya menetes saat itu dan saya tidak tahu harus bagaimana, saya hanya bisa bilang kepadanya untuk selalu sabar, Tuhan sedang menguji mbak dan mbak semoga cepat sembuh.