Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Penantian Sabar

21 September 2018   02:06 Diperbarui: 13 Februari 2021   12:09 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pakaianku dah jadi belum, jangan telat ya buat hajatanya pak Lurah minggu depan loh." Sahut bu Ida istri seorang tokoh di kampung nelayan ini.

Keluarganya mempunyai banyak kapal, tempat pelelangan ikan pun ia yang mengurusnya. Selain itu Ibu Ida juga salah satu penggerak PKK bagi istri-istri para nelayan. Memberikan penyuluhan kesehatan dan keterampilan.

"Iya bu, ini pun sedang di kerjakan." Sahut Yati sambil terus mengerjakan jahitan baju bu Ida.

"Sabar udah sembuh Yat, kok dia tak memakai baju sih."

"Katanya gerah bu dan ini Alhamdulilah sudah mendingan."

Percakapan itu terus berlanjut hingga turunnya senja, Sabar masuk ke dalam kamar dan merebahkan tubuh kecilnya. Ia membayangkan ayahnya datang dan segera membelikan sepatu baru untuknya. Sabar duduk di kelas tiga sekolah dasar negeri yang tak jauh dari tempat tinggalnya.

Matahari kian redup, sekelompok burung-burung putih terlihat terbang pulang menuju ke sarang, lampu-lampu jalan di pinggiran dermaga mulai di nyalakan, riuh lalu lalang orang semakin ramai begitu pula dengan sepeda motor yang kini kian banyak seliweran memadati jalan kecil yang belum lama di cor beton. 

Akhirnya kesampaian juga mereka punya jalan yang bagus dan tak berlubang, sebuah program pemerintahan daerah setempat bagi peremajaan jalan-jalan kampung nelayan agar lebih nyaman di lewati.

********************

Di hari ke dua Sabar tetap menunggu ayahnya pulang, masih di depan teras rumah kayunya duduk termenung namun ibunya belum juga memperbolehkan ia untuk bermain, penyakit demam berdarah yang di derita Sabar hampir saja merenggut nyawanya, hampir tiga minggu lamanya Sabar di rawat di rumah sakit umum daerah. 

Program biaya kesehatan gratis yang dicanangkan oleh pemerintah sangat membantu keluarga yang tidak mampu. Sabar ingin bertemu dengan teman-temannya di sekolah, ia tak sabar bermain bola di lapangan dekat rumahnya. Ia berdoa setiap waktu agar ayahnya pulang segera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun