sanggup membakar seluruh kebatilan mereka, membuat gentar dan takut, maka tak sedikitpun tabuh genderang perlawananku padam.
Membara dan membara, membias di bentang cakrawala, menebar hangat di tubuh penuh luka.
Enyahlah!
Enyahlah!
Enyahlah kau penjajah!
Durja kuasa dan penindasan kau lelehkan hingga melukai ibunda tercinta.Â
Aku tak terima, dengan tetes air mata, dan keringat merajai dada aku melawan.
Dan barisan doa-doa mengunjungi istana paling suci di hati untuk selalu tetap tegar.Â
Memaksa kepulangan hati tak bernyawa. Membangunkan pejuang tanah tumpah darah lewat sumpah yang tak ingin dianggap sampah.
Dan sajak ini kutulis saat sesak menyeruak di dada, namun ku tak ingin berduka sebab halnya perjuangan,
tiap tetes darah tak akanlah sia-sia.