Banyak yang menilai bahwa Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo kini tengah melakukan manuver politik guna mendulang simpati demi pemilu 2019 mendatang.
Bulan September 2017 ini menjadi bulan paling sesak dengan pemberitaan yang bersumber dari Pria berusia 57 tahun tersebut. tercatat setidaknya ada dua hal yang dianggap mengandung pesan sekaligus sikap politik pria yang aktif di kesatuan tentara nasional sejak 1982 tersebut.
Hal pertama yang membuat gaduh republik ini adalah instruksi Gatot untuk memutar film G30S/PKI. Ajuran itu tentu dianggap sebagian orang seperti mencederai semangat reformasi. Pasalnya, film yang di sutradarai oleh Arifin C Noe itu sarat dengan kepentingan orde baru.
Selain itu, film tersebut juga dianggap kontroversi mengingat banyaknya hal yang melenceng dalam film tersebut, misalnya soal sakitnya Presiden Soekarno yang digambarkan di film tersebut itu murni rekayasa. Padahal sejarah mencetat saat itu Bung Karno baik-baik saja.
Yang lebih menjengkelkan adalah adegan pembunuhan Jendral dimana beberapa jendral yang disekap itu mengalami penyiksaan hebat sebelum di bunuh dengan cara disayat dengan cara biadap. Namun (lagi-lagi), fakta sejarah mencatat bahwa para pahlawan revolusi itu hanya ditembak, sesuai dengan hasil visum yang dilakukan oleh tim yang terdiri dari dr. Lim Joe Thay, dr. Brigjen Rubiono Kertopati, dr. Kolonel Frans Pattiasina, dr. Sutomo Tjokronegoro dan dr. Liau Yan Siang seperti yang dikutip dari situs Historia.
Gatot sendiri beralasan bahwa inisiatif yang ia lakukan merupakan upaya yang dilakukan untuk mengingat kembali kekejaman Partai Komunis Indonesia (PKI) yang telah membunuh 7 pahlawan revolusi. Menurutnya, generasi saat ini (baca: milenial) harus mengingat bahwa Indonesia memiliki sejarah masa lalu yang kelam.
"Yang lain bicara negatif, biar saja lah, tapi tujuan saya agar semua generasi mengetahui bahwa kita pernah punya sejarah yang kelam, dan jangan sejarah itu berulang," kata Sang Jenderal seperti dikutip dari Kompas.
Sayang, ketika ditanya soal akurasi film G30S/PKI, Gatot menjawab dengan enteng dan mengaku  tak terlalu memikirkannya.
"Tanggapan emang gue pikirin, saya hanya ingin agar bangsa ini tak terulang lagi sejarah kelam," ungkap Gatot seperti dinukil dari Republika.
Hal kedua yang juga membuat publik tersentak adalah klaim Gatot yang mengatakan bahwa ada sebanyak 5000 pucuk senjata api yang didatangkan secara ilegal oleh lembaga non militer saat acara silaturahmi para purnawirawan jenderal dan perwira aktif TNI. Yang membuat kehebohan dari ujarannya itu bahwa senjata tersebut mencatut nama Presiden Indonesia, Joko Widodo atau yang dikenal dengan panggilan Jokowi.
Hal ini dianggap blunder oleh sebagai pengamat, terlebih ketika Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM, Wiranto menjelaskan duduk perkaranya bahwa hal tersebut adalah hoax alias tak benar.
Dikutip dari CNN, politisi Hanura itu mgnkonfirmasi bahwa bukan 5.000 pucuk senjata, melainkan pengadaan 500 pucuk senjata laras pendek buatan Pindad oleh Badan Intelijen Negara (BIN) untuk keperluan pendidikan intelijen.
"Saya sudah panggil Panglima TNI dan Polri. Ini hanya masalah komunikasi yang tidak tuntas terkait pembelian senjata itu. Setelah saya tanya, saya cek, ini adalah pembelian 500 pucuk senjata dari Pindad untuk sekolah intelijen," kata Wiranto.
Sikap Gatot yang menginformasikan 5000 senjata yang dianggap illegal dan mencatut nama presiden seolah-olah seperti mengulangi ingatan soal Perdana Menteri Tiongkok, Cholu Enlai yang pernah menjanjikan 100.000 pucuk senjata untuk Angkatan Kelima. Narasi ini coba dihidupkan kembali dimana seolah-olah pemerintah saat ini dekat dengan Komunis atau Tiongkok.
Hal inilah yang membuat banyak yang berkesimpulan bahwa manuver-manuver ini sengaja diciptakan oleh Gatot untuk kepentingan pribadinya dalam pemilu pada tahun 2019 mendatang. Pasalnya, sebentar lagi ia akan melepas jabatannya sebagai panglima tertinggi pada Maret 2018.
Ketua SETARA Institute, Hendardi mengatakan bahwa sikap politik Gatot dianggap sebagai hal yng berbahaya lantaran sebagaimana kita ketahui bersama bahwa seorang tentara dilarang untuk ikut-ikut dalam politik. Apalagi, Gatot sendiri saat ini dapat dikatakan sebagai figur yang tengah dicontoh oleh prajurit di Indonesia saat ini.
"Alih-alih menjadi teladan, Panglima TNI justru membawa prajurit TNI dalam konflik kepentingan serius yang hanya menguntungkan diri Panglima TNI," kata Hendardi seperti dikutip dari Metronews.
Mendapatkan Dukungan dari Kaum Konservatif
Sebagai buktinya adanya hubungan tersebut, jurnalis asal Amerika Serikat, Allan Nairn mencatat bahwa Jenderal Gatot terlibat dalam rencana untuk melakukan makar lewat gerakan masa  terhadap pemerintahan Jokowi beberapa waktu lalu seperti tulisan yang dimuat dalam situs berita Tirto.
Meski menurut Gatot, tulisan Allan dianggap berbau fitnah dan berbau hoax sebagaimana yang diungkapkan dan ditulis oleh situ berita Detik, namun dengan sikap yang ditunjukan dirinya sejauh ini justru membuat banyak yang membaca bahwa apa yang ditulis oleh Allan justru mengarah pada sebuah kesimpulan yang menyatakan bahwa Sang Jenderal memang memiliki ambisi politik.
Mengingat jumlah kaum konservatif yang banyak---juga militan, hal tersebut dapat dikatakan sebagai modal bagus bagi dirinya untuk bisa membantu dalam memperoleh kekuasaan mutlak pada tahun 2019 mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H