Mohon tunggu...
Dannu W
Dannu W Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Natural Talent

Suka nulis, fotografi, bersepeda, kadang nongkrong sambil ngopi kalau gak ada ganti teh anget

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ditampar Keras Tepat di Wajah

30 Oktober 2015   15:02 Diperbarui: 30 Oktober 2015   15:16 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hingga si bapak itu memanggil pelayan resto. Dengan berbisik ia bertanya, "kang anu enak nu mana ?" (yang enak yang mana ?)

"Sadayanan enak bapa. Menu andalan mah iga bakar na bapa" (Semuanya enak pak. Menu andalannya iga bakar). - kata pelayan.

"Sabaraha pangaosna sapiring ?" (Berapa harganya satu piring ?) - tanya si Bapak.

"Tujuh puluh lima rebu pa. Teu acan sareng minuman na" (75 ribu, belum termasuk minumnya)  - kata pelayan.

Saya tidak tahu ia pesan berapa tapi yang pasti si pelayan mengambil menu dan berjalan menuju meja counter. Aku dengan lahap menikmati iga yang ada dihadapanku. Tak lupa menambah kecap dan sedikit sambal supaya lebih nikmat. Tak lama datanglah pelayan yang tadi dengan satu piring makanan dan dua gelas minuman. Satu gelas air tawar dan satu nya lagi jus jeruk(mungkin karena warnanya oranye). Aku tak melihat pelayan itu meletakkan dimana tapi yang pasti ia meletakkannya di meja sebelahku. Ya, di meja ayah dan anaknya itu. 

Kami cukup lama disana, meskipun makan sudah habis. Maklum jam istirahat masih cukup lama. Hingga satu ketika aku tak sengaja mendengar anak perempuan yang disamping mejaku berkata, "Pa moal emam ?" (Pak gak akan makan ?) - tanya anak itu.

"Moal ah wareg, sok weh seepkeun ku neng" (Tidak sudah kenyang, silahkan habiskan sama neng). - kata bapa itu.

Kulihat si bapak hanya minum sedikit air tawar di mejanya. Ia juga memberi isyarat pada anaknya untuk menghabiskan makanan serta jusnya. 

Tak lama si bapa pergi ke arah kasir. Aku melihat dari kejauhan ia mengeluarkan uang dari sakunya. Entah berapa yang ia bayar tapi yang jelas ia hanya membayar satu menu saja. 

Tak lama ia dan anaknya keluar dari restoran. Kami bertiga juga sepertinya tidak lama lagi akan mengikuti jejak mereka berdua. Karena waktu sudah hampir menunjukkan jam 1 siang. 

Aku sendiri menghabiskan setidaknya 90 ribu untuk makan waktu itu. Tidak ada kata menyesal waktu itu karena baru saja mendapatkan gaji. Hingga ketika aku keluar dari restoran, kudapati bapak dan anaknya yang tadi sedang sibuk membetulkan posisi jok belakang sepeda mereka. Dan saya masih bisa melihat tawa canda diantara mereka berdua. Entah rekan kerjaku memperhatikan atau tidak, aku tak peduli. Kami bertiga melewati si bapa itu yang masih menaikkan anak perempuannya di jok belakang sepedanya. Aku tak tahu apakah mereka orang yang benar-benar "tidak punya" atau orang "berada" yang iseng hanya pesan satu menu lantas mengelilingi kota dengan sepeda yang dimodifikasi sedemikian rupa untuk menampung dua orang. Saya tidak ingin men-judge terlalu cepat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun