Menangis hati ini saat melihat truk yang konon sedang berhenti dengan seekor komodo di depannya. Bagaimana mungkin ada truk besar yang dibiarkan melintas di Pulau Rinca? Ah..ternyata sedang ada pembangunan proyek disana. Ternyata tak hanya truk, ekskavator juga dipergunakan disana.Â
Meski digunakan dengan mengutamakan kehati-hatian, namun foto yang viral di media sosial tersebut adalah bukti yang menampar kesadaran kita bahwa rencana pembangunan kawasan wisata super prioritas itu jelas menjadi ancaman bagi kelestarian ekosistem dan keberlangsungan hidup komodo.
Komodo adalah titipan Tuhan bagi bangsa Indonesia. Dari sekian banyak bangsa, Indonesia dipilih untuk menjaga makhluk purba itu. Lantas haruskah mereka terancam keberadaannya hanya karena hasrat kita untuk meraup pundi-pundi uang sebanyak-banyaknya? Benarkah masyarakat lokal disana menyetujuinya?Â
Benarkah masyarakat lokal akan mendapatkan benefit paling besar atas keberadaan proyek tersebut? Bagaimana jika pembangunan segala macam fasilitas pariwisata cukup di Labuan Bajo saja dan biarkanlah akses menuju Pulau Rinca cukup hanya dengan kapal saja.Â
Pulau Rinca sama halnya dengan Pulau Komodo adalah habitat asli Komodo. Karena itu, para pengunjung hanya dapat mengakses dengan berjalan kaki. Kebijakan itu sangat tepat guna mendukung upaya menjaga keaslian habitat komodo.
Komodo tak membutuhkan pakan yang dilolohkan.  Sebab sejatinya komodo adalah hewan buas yang hidup dari berburu dan memangsa. Karenanya kewajiban bagi kita untuk menjaga habitat alamnya. Jangan sampai  binatang yang seharusnya menjadi mangsa bagi komodo ikut punah karena keserakahan kita. Demikian pula dengan berbagai aspek lain yang dibutuhkan komodo untuk tetap lestari.
Selain ketersediaan mangsa, Komodo juga membutuhkan sarang serta berbagai vegetasi alami bagi keberlangsungan hidup mereka.  Sarang Komodo ada kalanya digunakan secara bersama dengan  burung gosong yang masih satu kerabat dengan burung Maleo dari Maluku. Selain itu sarang komodo memiliki banyak lubang yang digunakan untuk kamuflase. Keberadaan vegetasi sangat diperlukan bagi anakan komodo untuk menghindar ancaman predator.Â
Tak hanya sarang, keberlangsungan hidup Komodo juga memerlukan kelembaban udara yang secara otomatis memiliki korelasi secara langsung dengan suhu lingkungan dan suhu permukaan termasuk tingkat kesamaan yang sesuai dengan kebutuhan mereka.Â
Setidaknya itu adalah penjelasan yang kami dapatkan saat bersama Komisi VII yang membidangi Lingkungan Hidup pada 5 Januari 2010 guna  melihat secara langsung bagaimana upaya pemerintah saat itu untuk menjaga agar habitat asli Komodo tetap terjaga.
Komodo merupakan reptil endemik yang hanya dapat ditemukan di lima pulau di Indonesia bagian timur, empat diantaranya berada di dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK). Lima pulau itu adalah Komodo, Rinca, Nusa Kode, Gili Dasami dan Gili Montang. Pada tahun 2050, kadal besar itu diperkirakan akan punah disetidaknya di Pulau Gili Dasami, Gili Montang. Karenanya, Komodo ditetapkan sebagai satwa nasional yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 4 tahun 1992.Â
Keberadaan komodo sangat dilindungi baik secara nasional maupun internasional karena dianggap penting dalam ilmu pegetahuan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999, komodo masuk dalam daftar satwa yang dilindungi. Secara internasional, komodo oleh IUCN dikategorikan sebagai jenis yang berstatus Vurnerable dan masuk dalam Appendix I CITES. Keunikan komodo yang dianggap sebagai sisa reptil purba yang masih bertahan hidup sampai sekarang mendapatkan perhatian dari para peneliti dari dalam maupun luar negeri.
Oleh karena itu jaminan keamanan kenyamanan dan bebas dari ancaman pengrusakan serta terciptanya jaminan pengembangan ekonomi kawasan Geowisata harus diciptakan. Jadi jika ketika habitat komodo terusik dengan keberadaan truk besar serta berbagai alat berat lainnya, maka pemahaman tentang makna geopark kita haruslah dipertanyakan. Â
Bahkan saat kami berupaya melihat langsung upaya pelestarian Komodo di Pulau Rinca di tahun 2010 silam, kami diwanti-wanti agar tidak menganggu keberadaan mereka. Karenanya kami hanya dalam jumlah kecil orang dan berusaha tidak membuat gaduh.
Jadi, layaknya kita meninjau kembali rencana pembangunan  sejumlah fasilitas antara lain jalan gertak elevated seluas 3.055 meter persegi, penginapan petugas ranger dan peneliti, area pemandu wisata seluas 1.510 meter persegi, pusat informasi seluas 3.895 meter persegi, pos istirahat 318 meter persegi dan pos jaga 216 meter persegi tersebut. Bukan hanya semata-mata karena ada rencana  pemasangan perpipaan sepanjang 550 meter dan reservoir seluas 144 meter persegi  dengan kapasitas 50 meter kubik, pengaman pantai sepanjang 100 meter dan pembangunan dermaga seluas 400 meter persegi serta pembiayaannya yang diperkirakan menelan anggaran 69,96 milliar dan mesti siap sebelum tahun 2023. Akan tetapi hal yang pasti adalah pembangunan fasilitas itu sudah pasti merusak bentang alam dalam kawasan konservasi.Â
Hal yang perlu diingat adalah ada sekitar 1000 ikan, manta, penyu, 253 jenis karang di laut yang selalu dijaga. Di daratan, ada berbagai jenis ular, reptile, burung, dan lain sebagainya yang dilindungi. Berbagai jenis tumbuhan juga diperlihara. Pulau Rinca memiliki keragaman vegetasi dan satwa yang unik dan mesti dilindungi.Â
Pulau Rinca bersama Pulau Komodo dan Pulau Pandar adalah kesatuan yang utuh dan bagian yang integral dari Taman Nasional Komodo yang predikat world heritage site dari UNESCO untuk kategori bentang alam dan satwa liar komodo pada tahun 1991. Karenanya menjadi kewajiban kita semua bangsa Indonesia untuk menjaganya. Bukan justru merusak habitat dan ekosistem yang telah dijaga Tuhan dengan membentengi pulau-pulau tersebut dengan lautan yang luas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H