Mohon tunggu...
handrini
handrini Mohon Tunggu... Lainnya - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional

world are wide, but there's only small spot to make a mistake, Be wise, get grow, so can mature at the same time. be wise it's not easy eithout make wisely as a habit

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar Kepemimpinan dari Captain Abdul Rozaq dan Captain Sully

16 Januari 2020   10:49 Diperbarui: 17 Juni 2021   08:23 863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belajar Kepemimpinan dari Captain Abdul Rozaq dan Captain Sully (unsplash/annie-spratt)

Antara Captain Sully dan Captain Abdul Rozaq

15 Januari 2009 Captain Chesley 'Sully' Sullenberger berhasil melakukan pendaratan di Sungai Hudson. Captain Sully bersama co-pilotnya Jeff Skiles dalam penerbangan ini berhasil melakukan pendaratan darurat di Sungai Hudson pada pukul 15:32 waktu setempat. 

Ingat ya.. pendaratan, bukan jatuh atau crash. Bagi yang menonton film Sully, ingatkan adegan persidangan National Transportation Safety Board alias KNKT- waktu melakukan penyidikan pendahuluan dan mewawancarai Sully dengan mengunakan kata "crash" Captain Sully langsung menukas, "We were landing on the river, not crashed."

Miracle of Hudson begitu peristiwa itu dikenang, dimulai saat US Airways Flight 1549 menanjak menuju ketinggian 975 m (3.200 kaki), kira-kira dua menit setelah lepas landas, awak pesawat melaporkan melalui radio bahwa mesin pesawat Airbus A320 itu mengalami kerusakan akibat menabrak burung. Dalam kecelakaan tersebut seluruh penumpang dan awak pesawat yang berjumlah 155 selamat.

Baca juga : Peran Emosi bagi Motivasi Belajar Mahasiswa Selama Perkuliahan di Masa Perkuliahan Daring

Jika kita cermat melihat reka ulang peristiwa yang dikisahkan di film Sully (sebagai catatan saya melihat bisa dihitung 5x) akan tersadar betapa singkatnya waktu berpikir dan memutuskan yang dimiliki seorang Pilot. 

Hanya 35 detik dan keputusan itu tidak boleh salah. Dalam persidangan di "KNKT" terungkap pilot yang berhasil mendaratkan secara virtual di bandara Teterboro maupun di LaGuardia yang terletak di kedua sisi sungai Hudson dengan mulus karena telah melakukan latihan sebanyak 17 kali. 

Selain itu kondisi yang dialami pada saat pertama kali mengalami kedua mesin mati adalah harus memikirkan keputusan yang terbaik diantara sekian banyak alternatif. 

Berapa waktu yang diperlukan untuk berpikir? NTSB memutuskan memberi perkiraan waktu 35 detik. Kemudian reka ulang virtual diulang dengan menambahkan waktu 35 detik. Hasilnya pendaratan virtual di kedua bandara gagal total.

Baca juga : Sudut Pandang Islam, Psikologi, dan Biologi Terkait Masalah Motivasi Belajar

16 Januari 2002..15 menit sebelum jadwal pendaratan..di ketinggian 23.000 kaki kedua mesin pesawat Boeing 737-300 PK-GWA dengan nomor flight GA 421 rute pelabuhan udara Selaparang, Lombok menuju pelabuhan udara Adi Sucipto, Yogyakarta mendadak mati. 

Sesuai prosedur, Captain Abdul Rozaq segera menghidupkan generator untuk menghidupkan kembali mesin yang mati itu. Namun, yang terjadi justru electricity power rusak. 

Artinya, mesin dalam keadaan mati semua. "Astaghfirullah Capt, dua mesin mati semua. Apa yang harus dilakukan?" kata Copilot Haryadi Gunawan khawatir. Captain Abdul Rozaq segera melakukan wind mailing, memutar kembali propeller mesin dengan dorongan udara. Kira-kira seperti mendorong mobil mogok dengan meluncurkan pesawat ke bawah. 

Namun tak berhasil dan pesawat terus turun dari 23.000 kaki hingga ke 8000 kaki. "Mayday...mayday!" Copilot Haryadi Gunawan berusaha menyampaikan pesan kondisi darurat. "Percuma karena semua peralatan mati. Radio juga mati" kata Captain Abdul Rozaq. Pesawat masih di tengah awan cumulo saat itu.

"Prepare emergency. Mesin dua-duanya mati. Tolong siapkan di belakang!" teriak captain Abdul Rozaq kembali berteriak lagi yang lebih keras sambil terus mengemudikan pesawat secara manual. 

"Prepare emergency, please for impact.," teriak Captain Abdul Rozaq lebih keras karena semua mesin mati membuat cockpit tidak dapat berkomunikasi mengunakan perangkat elektronik yang tersedia. Sedangkan first officer Haryadi Gunawan langsung menggedor pintu kabin. Dan akhirnya, dari belakang pun terdengar teriakan, "Ready."

"Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar...." berulang kali Captain Abdul Rozaq terus menerus melafalkan kalimatullah itu ditengah kondisi darurat itu tanpa henti. Pesawat tiba-tiba keluar dari awan sehingga kedua pilot dapat melihat kondisi di bawah. 

Co pilot Haryadi Gunawan mengusulkan mendarat di sawah. Namun Captain Abdul Rozaq berpendapat mendarat di sungai lebih kecil resikonya karena jika di sawah badan pesawat akan bergesekan lebih keras.

Baca juga : Pentingnya Peran Orang Tua dalam Memanajemen Belajar Anak pada Masa Pandemi

Pesawat terus meluncur turun. Ternyata terlihat ada jembatan melintang. Pesawat dibelokkan lebih dulu agar dapat melewati jembatan. Berhasil melewati jembatan, pesawat terus meluncur dan tepat di depannya menghadang lagi jembatan beton kedua, yang siap melumat pesawat apabila menabraknya. 

Namun tanpa disangka, sebelum sampai jembatan, tiba-tiba pesawat itu menabrak batu hingga bagian belakangnya sobek, dan membuat pesawat mendadak berbelok ke kanan, ke tempat yang lebih dangkal, dan tidak menabrak jembatan. 

Pada saat itulah, salah seorang pramugari tersedot keluar dan meninggal akibat lubang oleh batu besar tadi Teriring doa untuk almarhumah Santi Anggraeni . 

Pesawat akhirnya berhenti dengan selamat di sisi kanan sungai pada tempat yang dangkal. Padahal, di sekitarnya kedalaman air sekitar 10 meter. Subhanallah..

di dekat sungai tempat mendarat daruratnya GA 421 tersebut terdapat sebuah rumah kosong dan sebuah mobil sehingga para penumpang bisa segera dievakuasi, Luar biasanya lagi diantara barang penumpang tidak ada satu pun yang hilang karena penduduk sekitar di desa Serenan dengan sigap mengevakuasi semua penumpang berikut barang bawaannya.

Dari kedua kejadian pendaratan darurat pesawat tersebut dapat diambil hikmah, mengutip pendapat Captain Sully, semua dimungkinkan karena ada kerjasama antar semua pihak. 

Namun tak lupa, mengutip pendapat NTSB, faktor Sully atau kepemimpinan yang profesional dan handal adalah salah satu faktor penentu dari selamatnya sebuah penerbangan. Yang menarik adalah kedua pilot tersebut adalah pihak yang paling akhir "diselamatkan" karena keduanya sama-sama memastikan agar seluruh penumpang dan kabin crew selamat barulah meninggalkan TKP. 

Jadi pelajaran kepemimpinan apa yang dapat kita ambil dari Captain Abdul Rozaq dan Captain Sully? Keduanya sama-sama menekankan semua dapat dimungkinkan karena adanya kerjasama semua pihak. 

Tidak ada satupun diantara mereka yang menepuk dada sendiri. Kedua, baik Captain Abdul Rozaq maupun Captain Sully selalu memastikan keselamatan semua crew cabin dan penumpang lebih dulu. 

Ketiga, dalam memimpin selalu membutuhkan kecepatan dan kemampuan berpikir dengan cerdas untuk mengambil keputusan yang tepat. Tanpa memiliki kemampuan berpikir dan mengambil keputusan yang tepat dalam hitungan waktu sempit, maka seorang pemimpin dapat membahayakan mereka yang dipimpinnya. #SelfReminder

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun