Nah yang menarik, akhirnya saya menemukan sudut "Indonesia" juga di museum ini, setelah mengunjungi banyak museum di Indonesia. Sayang posisi bendera waktu ditemukan terlipat ga beraturan dan terselip memelas. Letaknya pun benar-benar di sudut sebelum lorong masuk di sebelah kiri naskah proklamasi. Semoga pengelola museum2 perjuangan lain perhatikan arti penting kobarkan semangat kebangsaan dalam bentuk pengabungan Garuda Pancasila yang dipasangkan dengan bendera merah putih sebagai spot untuk berfoto.
Â
Masuk ke lorong sebelah kiri (hanya ada satu lorong masuk) kita dapat langsung menyimak penjelasan lintasan sejarah dan perjuangan dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari masa revolusi, masa parlementer hingga saat ini.
Penjelasan dan koleksi di museum Satria Mandala ini sangat lengkap hingga membutuhkan waktu seharian untuk menjelajahnya. Yang menarik adalah spot-spot yang bisa dimanfaatkan untuk berfoto terlebih jika kita memiliki anggota keluarga dari TNI. Beberapa pensiunan yang mengunjungi museum ini tampak bernostalgia. Bagi kami orang tua, kesempatan untuk menghadirkan alternatif cita-cita selain cita-cita "konvensional" lainnya bagi anak perempuan yaitu menjadi TNI.
Setelah ruang pamer koleksi benda-benda dari Jenderal Oerip Soemohardjo, lokasi yang mampu membidik batin adalah ruang pamer koleksi benda Panglima Besar Jenderal Soedirman. Putri-putri kami sangat antusias ketika mengetahui Panglima Besar Jenderal Soedirman dalam kondisi sakit tetap memimpin perang gerilya. Ada satu pertanyaan dan protes dari putri kami yang duduk di bangku Sekolah Dasar," Pangsar itu apa sih Ma?" tanyanya. "Panglima Besar.." jawab saya. "Oh..kenapa harus disingkat? kan lebih berasa disebut Panglima Besar," protes bocah. "Di militer biasa mengunakan singkatan sayang seperti Brigadir Jenderal menjadi Brigjend misalnya," jawab saya. Akhirnya si bocah pun berfoto di depan tandu Jenderal Soedirman yang dimodifikasi dari kursi goyang.
Â
Dalam koleksi diorama pun sangat lengkap mengambarkan sejarah perjuangan TNI dalam mempertahankan kemerdekaan. Mulai dari Pertempuran Lima Hari di Semarang, Bandung Lautan Api, Perebutan Pangkalan Udara Bugis Malang, Pertempuran Bogor, Long March Siliwangi, Penumpasan Apra di Jawa barat, Penumpasan Pemberontakan KNIL-KL di Ujung Pandang dan yang lainnya.
Koleksi persenjataan juga merupakan koleksi yang menarik untuk ditelusuri dan cukup cantik dijadikan spot untuk berfoto.
Di luar gedung museum, taman Dirgantara menjadi objek menarik untuk mengenalkan perjuangan para penerbang kita di medan pertempuran. Seperti melalui medium pesawat Cureng yang dikemudikan Suharmoko Harbani yang berhasil mengebom markas Belanda di Semarang, Salatiga dan Ambarawa pada tanggal 29 Juli 1947.
Kisah tentang Cureng dapat kita ceritakan panjang lebar dalam konteks perjuangan sejarah kemerdekaan Bangsa Indonesia. Ketika Jepang menyerah kepada sekutu, di lapangan terbang Meguwo, Yogyakarta terdapat 50 pesawat Cureng yang direbut oleh para pejuang kita. Test flight pesawat Cureng sendiri dilakukan tanggal 27 Oktober 1945 pukul 10.00 selama 30 menit oleh Agustinus Adisucipto yang didampingi oleh Rudjito.
Lihat Travel Story Selengkapnya