Bentuk Formal Amicus CuriaeÂ
Amicus curiae diajukan kepada pengadilan, biasanya dalam bentuk tertulis berupa surat pendapat hukum dengan diketik rapi serta dijilid berupa bundel yang dibuat beberapa eksemplar (sesuai kebutuhan).Â
Bundel-bundel yang telah diketik rapi tersebut yang nantinya diberikan kepada hakim-hakim yang menangani kasus tersebut melalui Panitera.
Setelah diajukan, surat pendapat ini akan menjadi bagian dari catatan hukum perkara dan dapat digunakan oleh hakim-hakim sebagai pertimbangan tambahan dalam proses pengambilan keputusan.
Kesimpulannya, amicus curiae diajukan kepada pengadilan untuk memberikan pandangan atau pendapat hukum tambahan dari pihak yang tidak terlibat langsung dalam perkara, dengan tujuan membantu pengadilan dalam memahami isu-isu kompleks dan mempengaruhi proses pengambilan keputusan.
Misalnya dalam perkara Wahyu yang disebutkan di atas, ICJR Erasmus berharap Majelis Hakim dapat menghadirkan restorative justice segera tanpa perlu melanjutkan perkara sampai putusan akhir.
Begitu juga masifnya amicus curiae yang diajukan dalam kasus sengketa hasil Pilpres di MK, diharapkan Majelis Hakim MK mempertimbangkan dasar-dasar lain diluar hukum dalam mencari kebenaran sebagai pengadil yang bijak.
Oleh karena secara formal amicus curiae tidak diatur secara komprehensif dalam undang-undang Indonesia dan pengajuan amicus curiae pada akhirnya akan tergantung pada kebijaksanaan dan pertimbangan hakim yang menangani perkara tersebut.
Persidangan MK Dihujani dengan Amicus CuriaeÂ
Oleh karena amicus curiae tidak diatur secara formal dalam undang-undang di Indonesia, maka dapat saja diajukan dalam berbagai tahap perkara.
Pada tahap pengadilan pertama amicus curiae dapat diajukan ketika perkara sedang berlangsung di pengadilan pertama, dan pihak yang mengajukan berpendapat bahwa perspektif atau informasi yang mereka sampaikan akan membantu pengadilan dalam memahami isu-isu hukum yang kompleks atau penting dalam perkara tersebut.