Golput sering kali dipandang sebagai bentuk protes atau ketidakpuasan terhadap kondisi politik atau sistem pemilihan yang ada.Â
Di Indonesia, golput sering menjadi topik perdebatan dan perhatian dalam setiap pemilihan umum, karena suara golput dapat memengaruhi hasil akhir pemilihan dan legitimasi pemerintahan.Â
Beberapa pihak menganggap golput sebagai hak demokratis warga negara, sementara yang lain mengkritiknya sebagai sikap pasif yang tidak berkontribusi dalam proses demokrasi.
Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan tentang beberapa alasan mengapa seseorang memilih untuk menjadi golongan putih (golput) dalam pemilihan umum di Indonesia.
Ada sebagian masyarakat memilih untuk menjadi golput karena merasa tidak puas dengan pilihan calon yang tersedia.Â
Dari tiga Pasangan Calon (paslon) yang maju dalam Pemilu Pemilihan Pasangan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024 Â tidak satupun menurut mereka pantas untuk menduduki kursi Presiden dan Wakil Presiden.Â
Mereka merasa bahwa tidak ada calon yang mewakili atau memenuhi harapan mereka. Sehingga mereka memutuskan untuk menjadi Golput.
Gencarnya pemberitaan di media sosial baik berita yang benar maupun yang hoaks juga mempengaruhi munculnya Golput. Misalnya pemberitaan tentang masalah kecurangan.
Beberapa orang percaya Pemilu akan dilaksanakan dengan penuh kecurangan sehingga mereka meragukan keadilan atau keabsahan proses pemilihan itu sendiri. Sehingga akibatnya  mereka memilih untuk tidak memberikan suara sebagai bentuk protes terhadap sistem yang ada.
Ada juga sebagian masyarakat memilih untuk Golput sebagai bentuk sarana politik untuk mengekprsikan pendapatnya. Â
Dalam hal ini mereka berpendapat Golput dianggap sebagai bentuk protes politik terhadap kondisi politik, pemerintahan, atau sistem yang dianggap tidak memadai saat ini.