Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Amankah Sertifikat Hak Atas Tanah Elektronik?

8 Desember 2023   09:48 Diperbarui: 8 Desember 2023   19:31 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar photo dan ilustrasi litigasi.co.id

Saat ini masyarakat Indonesia sedang di persimpangan kehidupan serba elektronik.

Setelah kita mengenal Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP El) dan uang elektronik, sekarang pemerintah mengenalkan kepada masyarakat sertifikat hak atas tanah elektronik.

Pemerintah meluncurkan sertifikat tanah elektronik yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta pada hari Senin tanggal 4 Desember 2023 (Kompas, Selasa 5 Desember 2023).

Sertifikat hak atas tanah berupa elektronik adalah dokumen resmi yang menyatakan bukti kepemilikan atau hak atas suatu tanah, namun dalam format digital atau elektronik.

Dokumen ini tentunya memiliki informasi terperinci tentang pemilik tanah, lokasi, ukuran, batas-batas, dan informasi penting lainnya terkait kepemilikan tanah sebagaimana layak suatu sertifikat tanah.

Padahal dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP 24 tahun 1997) yang masih berlaku, semuanya masih konvensional berupa buku atau kertas tertulis (diketik).

Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah (PP 18 tahun 2021) pun belum diatur tentang Pencatatan tentang kepemilikan tanah secara elektronik.

Hanya dalam Pasal 99 PP 18 tahun 2021 disebutkan bahwa, ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pendaftaran tanah secara elektronik, penyimpanan dan penyajian data dan/atau dokumen elektronik, bentuk, isi dan tata cara pembuatan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah secara elektronik dan lain-lain akan diatur dalam Peraturan Menteri.

sumber gambar photo dan ilustrasi litigasi.co.id
sumber gambar photo dan ilustrasi litigasi.co.id

Seharusnya aturan menteri yang dimaksud sudah ada dan sempurna materinya, karena pemerintah telah yakin meluncurkan program sertifikat hak atas tanah elektronik.

Sertifikat elektronik ini akan disimpan dalam basis data elektronik atau sistem informasi yang terkait, dan dapat diakses melalui platform online yang diatur oleh pihak berwenang seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Sama seperti sertifikat tanah konvensional, sertifikat elektronik ini menurut pemerintah juga memiliki nilai hukum yang sama untuk membuktikan kepemilikan atau hak atas tanah.

Perubahan dari pencatatan konvensional berupa buku (kertas) menjadi penyimpanan secara elektronik, merupakan perubahan besar bagi masyarakat Indonesia.

Perubahan besar yang dimaksud berkaitan dengan adanya perubahan pola pikir dan kebudayaan dari rakyat yang akan disasar sebagai pemilik tanah.

Sebagaimana kita ketahui bahwa tingkat pendidikan, letak geografis dan pengalaman yang dimiliki rakyat Indonesia sangat beragam dan dalam rentang yang sangat luas. 

Dari yang tinggal di daerah terpencil dan berpendidikan rendah sampai yang tinggal di kota metropolitan di gedung-gedung pencakar langit dan mempunyai pendidikan selevel doktor.

Mengingat hal tersebut sangat dibutuhkan aturan yang mumpuni, sederhana dan jelas serta inklusif agar seluruh masyarakat mudah memahami.

Tanpa aturan komprehensif dan sederhana, akan membuat kesan bahwa permasalahan tanah akan semakin ruwet dan kusut.

Dengan sertifikat hak konvensional dimana pencatatan manual secara manual saja, masalah tanah telah rumit, sehingga bisa membuat "mafia tanah" leluasa menjalankan aksi kejahatannya.

Perubahan Zaman Serba Elektronik.

Perubahan zaman menuju penggunaan teknologi elektronik dalam berbagai aspek kehidupan manusia merupakan keniscayaan dan seharusnya akan membawa sejumlah keuntungan dan inovasi.

Misalnya  penggunaan teknologi elektronik seperti e-KTP (Kartu Tanda Penduduk elektronik) memungkinkan penyimpanan dan akses informasi yang lebih mudah dan cepat.

Penyimpanan data pribadi secara elektronik membantu pemerintah dalam manajemen data penduduk, serta mempermudah individu dalam mengakses layanan dan melakukan transaksi.

Di balik kemudahan tersebut, juga tersembunyi kelemahan yang berbahaya. Sebagaimana pemberitaan media massa bahwa pada bulan November 2023 ada dugaan data pribadi yang tersimpan di server Komisi Pemilihan Umum dijebol dan diperjual belikan oleh hacker.

Contoh lain yang juga merupakan teknologi eletronik yaitu penggunaan uang elektronik.

Metode pembayaran digital seharusnya membawa keamanan yang lebih tinggi dalam transaksi karena menyangkut uang.

Pihak bank sebagai pebisnis yang menikmati keuntungan penggunaan uang elektronik sangat tergantung kepada sistem keamanan yang canggih untuk meminimalkan risiko penipuan atau pencurian identitas.

Masyarakat menikmati keuntungan dengan pengalaman sehari-hari menggunakan Jasa perbankan melalui uang elektronik.

Dengan adanya uang elektronik memungkinkan transaksi non-tunai yang lebih cepat, bahkan dari jarak jauh.

Segala kenikmatan dan kenyamanan tersebut bisa berubah menjadi petaka apabila sistim teknologi eletronik yang digunakan tidak aman.

Memang diakui bahwa penggunaan uang elektronik meningkatkan efisiensi dalam berbagai aspek keuangan dan perdagangan.

Penggunaan teknologi elektronik terus berkembang seiring waktu. Hal ini menciptakan ruang untuk inovasi baru, seperti teknologi biometrik dalam kartu identitas atau sistem pembayaran yang lebih aman dan mudah digunakan.

Namun seiring dengan segala kelebihan hal tersebut, kita tidak bisa pungkiri bahwa kejahatan elektronik, seperti praktik phishing juga merebak.

Akibat penipuan dengan modus phising (pencurian data sensitif nasabah bank) telah banyak merugikan nasabah pemegang rekening elektronic banking.

Phising merupakan penipuan dengan mengirimkan pesan atau email palsu yang tampak asli untuk mencuri informasi pribadi atau login ke akun perbankan.

Bagaimana dengan Sertifikat Hak Atas Tanah Elektronik?

Oleh karena sertifikat hak atas tanah elektronik masih baru diterapkan yang diluncurkan pada tanggal 4 Desember 2023, tentunya terlalu dini dan belum bisa diberikan penilaian.

Semoga ekses-ekses negatif yang dialami oleh KTP elektornik, uang elektronik kedepannya tidak terjadi dengan sertifikat hak atas tanah elektronik.

Artinya, meskipun terdapat banyak manfaat dari adopsi teknologi elektronik, masih ada tantangan terkait dengan keamanan data pribadi, aksesibilitas teknologi, dan juga masalah hukum terkait validitas dokumen elektronik.

Untung Rugi Sertifikat Hak Atas Tanah Elektronik

Setiap perubahan akan mempunyai konsekwensi ganda berupa untung dan rugi. Tidak ada perubahan yang steril seratus persen dari rugi, sehingga hanya mendulang untung saja.

Oleh karena itu untuk mengantisipasi agar perubahan mempunyai manfaat yang besar dibutuhkan analisis untung rugi untuk suatu perubahan.

Terdapat beberapa untung dan ruginya dari bukti kepemilikan tanah berupa sertifikat tanah elektronik. Salah satu keuntungannya adalah kemudahan akses.

Sertifikat tanah elektronik memungkinkan akses yang lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan sertifikat konvensional.

Informasi sertifikat tanah elektronik dapat diakses secara online, mengurangi kemungkinan kehilangan atau kerusakan fisik.

Secara logis seharusnya sertifikat hak atas tanah elektronik sangat efisien.

Oleh karena proses administrasi seperti transfer kepemilikan atau perubahan data bisa lebih cepat karena dapat dilakukan secara elektronik, maka akan menciptakan efisiensi.

Presiden ketika peluncurannya merasa bahwa beberapa hal positip dengan adanya sertifikat tanah elektronik yaitu mengurangi risiko kehilangan  akibat pencurian, kerusakan dari bencana, kebakaran dan bencana lainnya serta meningkatkan kerahasiaan data.

Bahkan ada klaim bahwa sertifikat tanah elektronik bisa menutup ancaman pencaplokan tanah oleh mafia tanah (Kompas, Selasa  5 Desember 2023).

Sertifikat tanah elektronik diharapkan bisa mengantisipasi potensi penyalahgunaan atau pemalsuan dan bisa diminimalkan karena adanya fitur keamanan yang ditanamkan dalam format elektronik.

Sedangkan potensi kerugian yang mungkin terjadi dari sertifikat tanah elektronik adalah berkaitan dengan sangat tergantungnya pada teknologi eletronik.

Segala keuntungan mudah diakses, efisien, anti mafia tanah dan lain-lain bisa menjadi sirna apabila teknologi yang digunakan pemerintah lemah, sehingga gampang diretas oleh hackers.

Bukannya terjadi pemberantasan mafia tanah, tapi mafia tanah dengan versi baru tumbuh dengan subur, apabila sistim teknologi eletronik Pemerintah tidak canggih.

Sertifikat tanah elektronik sangat memerlukan infrastruktur teknologi yang memadai.

Gangguan teknis atau keamanan bisa menjadi risiko yang akan merugikan masyarakat pemilik tanah.

Hal lain yang mungkin akan menjadi kendala perubahan Sertifikat konvensional menjadi Sertifikat Hak Atas Tanah Elektronik adalah ketidak seragaman pemahaman.

Kurangnya pengetahuan hukum dan tidak seragamnya pengetahuan tentang sertifikat elektronik tidak hanya akan terjadi di kalangan masyarakat pengguna, tapi akan terjadi pada petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) sendiri dan instansi terkait seperti pihak perbankan.

Ada saja nantinya pihak yang tidak  paham terkait validitas hukum dari sertifikat tanah elektronik, yang bisa menimbulkan ketidakpercayaan dan sengketa.

Walaupun pemerintah telah menegaskan bahwa kekuatan hukum sertifikat konvensional dan sertifikat tanah elektronik adalah sama, namun pada saatnya banyak yang tidak paham.

Luasnya demografi Indonesia dan menyebarnya penduduk Indonesia ke daerah terpencil juga merupakan kelemahan terhadap sertifikat tanah elektronik.

Untuk daerah-daerah terjauh dalam wilayah Indonesia yang belum terjangkau internet, ditambah lagi dengan masyarakat yang tidak punya gadget yang bisa menyimpan data elektronik akan menimbulkan kesulitan akses terhadap sertifikat tanah elektronik.

Masyarakat yang tidak mempunyai akses teknologi atau internet akan kesulitan mengakses sertifikat tanah elektronik.

Padahal menurut Presiden Joko Widodo, sertifikat tanah elektronik bukan hanya untuk masyarakat perkotaan, tapi termasuk pedesaan.

Keberhasilan implementasi sertifikat tanah elektronik tergantung pada infrastruktur teknologi yang mendukung, serta kesadaran dan pendidikan kepada masyarakat terkait keunggulan dan keamanan dari format tersebut.

Semoga dengan telah dilakukan peluncuran dan pengenalan sertifikat hak atas tanah elektronik oleh pemerintah juga telah dibarengi dengan aturan yang lengkap, infrastruktur teknologi yang canggih dan pengetahuan yang seragam dari aparat pelaksananya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun