Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Ada yang Nge-Gas di KRL

31 Oktober 2023   14:42 Diperbarui: 31 Oktober 2023   15:07 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertengkaran penumpang di KRL | Sumber gambar photo dan ilustrasi Kompas.com

Oleh Handra Deddy Hasan

Belum lama ini beredar video yang viral di media sosial ketika seorang penumpang pria sedang marah-marah (nge-gas) di dalam transportasi umum Kereta Rel Listrik (KRL).

Video tersebut berasal dan diunggah oleh akun X @txttransportasi pada hari Sabtu  tanggal 21 Oktober 2023.

Dalam video yang viral tersebut terlihat seorang pria menggunakan jaket kotak-kotak berwarna hitam putih sedang  ribut dengan penumpang lain yang akan naik dan turun di KRL.

Petugas keamanan KRL pun turun tangan melerai keributan dan meminta pria itu untuk turun. Namun, si pria jaket kotak-kotak ngotot tidak mau turun dan sempat adu mulut dengan petugas.

Persoalannya ternyata masalah norma dan etika siapa yang lebih didahulukan ketika pintu KRL terbuka. Ada norma yang tidak tertulis apabila penumpang mau naik transportasi umum, maka yang didahulukan terlebih dahulu adalah penumpang yang akan keluar atau turun.

Setelah rombongan penumpang turun selesai, barulah kemudian penumpang yang naik mendapat giliran berikutnya.

Adab begini sebetulnya juga berlaku bagi pemakai lift di gedung-gedung bertingkat.

Etika atau norma ini tidak tertulis dan sederhana (sekarang dibeberapa kendaraan umum telah ditulis aturan ini), namun ada saja masyarakat yang tidak paham, sehingga akibatnya bisa terjadi dorong-dorongan antara penumpang yang mau turun dan mau naik.

Peristiwa dorong-dorongan ini akan memicu pertengkaran dan baku hantam antara penumpang transportasi umum.

Etika Dalam Menggunakan Kendaraan Umum

Perbedaan perilaku dan etika penumpang kendaraan umum dapat  dapat memicu pertengkaran antara penumpang.

Beberapa penumpang, entah karena tidak paham (baru datang dari hutan belantara) atau memang sengaja tidak mematuhi aturan dalam menggunakan kendaraan umum.

Perilaku seperti patuh berada dalam antrian, memberikan tempat duduk bagi penumpang lanjut usia (lansia) atau penyandang disabilitas, atau menjaga kebersihan kendaraan umum (tidak meludah atau membuang sampah sembarangan) merupakan perilaku standar yang harus dipenuhi ketika naik kendaraan umum

Ketidak patuhan terhadap etika berkendaraan umum dapat menyebabkan ketegangan antar penumpang yang berakhir dengan pertengkaran, bahkan bisa baku hantam.


Selain daripada itu ada lagi tingkah penumpang yang tidak beradab lainnya yaitu  dengan  terlalu bising, seperti berbicara keras, mendengarkan musik keras, atau menelepon dengan volume tinggi (bisa jadi memang budeg total).

Perilaku-perilaku seperti ini bisa mengganggu penumpang lain dan menciptakan ketidaknyamanan, serta memancing pertengkaran.

Sangat sering kita lihat misalnya penumpang KRL yang memakai tempat duduk yang seharusnya diberikan kepada penumpang prioritas.

Pada waktu naik penumpang tersebut yang masih muda, sehat dan tidak terlihat sebagai penumpang yang layak mendapatkan tempat duduk prioritas, malah duduk di kursi prioritas.

Parahnya lagi sudah tidak berhak, berlagak begok dan tuli dengan duduk di bangku prioritas, dengan memasang masker, pakai headset dan menekuk topi menutupi mata dan pura-pura tidur, tanpa memperdulikan lagi lingkungan sekitar.

 
Ketahuannya pura-pura tidur, apabila KRL berhenti di halte yang ditujunya, tiba-tiba penumpang dableg tersebut otomatis bangun dari tidurnya. 

Tingkah seperti ini sangat berpotensi  memicu konflik, apabila ada yang menegur.

Penulis mempunyai pengalaman pribadi tentang kursi prioritas ini ketika bepergian dengan KRL di Jepang. Berbeda banget dengan pengalaman di Indonesia yang penulis ceritakan.

Orang Jepang sangat paham etika kursi prioritas. Penumpang normal yang merasa tidak berhak merasa malu untuk duduk di kursi prioritas, akibatnya walaupun KRL penuh sesak, tapi kalau tidak ada penumpang lanjut usia (lansia) atau orang penyandang disabilitas, kursi prioritas di KRL di Jepang tetap kosong.

Selain masalah etika, latar belakang budaya juga bisa memicu pertengkaran di kendaraan umum.
Jakarta adalah kota yang beragam dengan berbagai budaya dan latar belakang. Perbedaan budaya, bahasa, dan norma sosial bisa memicu ketegangan jika penumpang tidak saling menghormati dan memahami keberagaman tersebut.

Selain masalah budaya, adat penumpang yang berbeda, penumpang pada umumnya tidak bisa mengenali penumpang yang memiliki kebutuhan khusus (autisme).

Masalah kesehatan mental seperti  autisme juga dapat memicu situasi yang menegangkan atau pertengkaran di transportasi umum.

Hal ini bisa  terjadi jika penumpang dengan masalah kesehatan mental tidak mendapatkan perhatian dan bantuan yang tepat (tidak didampingi ketika bepergian), atau jika perilaku mereka membuat penumpang lain merasa tidak nyaman.

Misalnya ada penderita autisme yang menatap orang didekatnya dengan lekat tanpa berpaling bahkan tanpa berkedip. Tatapan seperti ini menurut penilaian orang normal tentunya tidak sopan, tapi bagi penderita autisme hal ini biasa saja tanpa ada maksud apa-apa.

Dalam situasi ini sangat penting bagi penumpang awam untuk mengerti dan menahan diri agar bisa menyadari bahwa penumpang demikian merupakan penumpang yang berkebutuhan khusus.

Dalam hal ini perlu mengedukasi masyarakat tentang kesehatan mental dan cara berinteraksi dengan individu yang mungkin memiliki masalah kesehatan mental adalah langkah penting dalam menghindari potensi pertengkaran dan menciptakan lingkungan yang lebih ramah di transportasi umum.

Dalam kondisi tertentu seperti keterlambatan atau pada saat-saat jam sibuk ketika masyarakat pergi atau pulang kantor bisa menciptakan ketidaknyamanan perjalanan.

Keterlambatan kereta atau ketidaknyamanan selama perjalanan seperti kepadatan yang tinggi bisa membuat penumpang merasa frustasi, dan ini dapat menciptakan ketegangan yang lebih besar.

Sehingga menghormati aturan, menjaga kebersihan, mempunyai empati, sabar, dan berbicara dengan sopan kepada penumpang lain adalah beberapa cara untuk mencegah pertengkaran dan menciptakan lingkungan yang lebih harmonis di kendaraan umum di Jakarta.

Tindak Pidana Yang Memicu Pertengkaran Di Kendaraan Umum.

Selain dari masalah etika diatas, sebetulnya ada tindak pidana yang terjadi sehingga memicu pertengkaran dan kerusuhan di kendaraan umum.

Misalnya ada gerombolan pencopet yang menggunakan strategi seperti menciptakan kerusuhan atau desak-desakan di transportasi umum.

Situasi yang direkayasa oleh komplotan pencopet berpotensi memicu ketegangan dan pertengkaran di antara penumpang awam yang tidak tahu.

Taktik semacam ini sering digunakan untuk menciptakan kebingungan dan mengalihkan perhatian penumpang agar pencopet dapat melakukan aksi kejahatannya dengan leluasa tanpa terdeteksi.

Untuk menghindari terjebak dalam situasi seperti ini, seharusnya bagi penumpang yang paham, tetap tenang, waspada, dan menjaga barang berharga mereka dengan baik.

Sebaiknya bagi penumpang yang menyaksikan adanya tindakan mencurigakan atau merasa terganggu oleh gerombolan pencopet, segera berusaha melaporkannya kepada petugas keamanan atau petugas transportasi umum yang bertugas.

Biasanya Polri akan menindak pencopet dan segala bentuk pencurian sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 362, 363, dan 365.

Ancaman hukumannya disesuaikan dengan beberapa faktor, satu di antaranya kondisi korban.

Jangan mencoba bertindak sendiri, bisa-bisa dikeroyok oleh komplotan pencopet.

Kalau berhasil melaporkan kejadian kepada Pihak keamanan akan membantu mengurangi risiko pertengkaran dan meningkatkan keselamatan penumpang.

Praktik tindak pidana lain yang cukup sering terjadi adalah masalah pelecehan seksual.

Pelecehan seksual bisa menjadi penyebab pertengkaran antara penumpang di transportasi umum.

Ketika seseorang mengalami pelecehan seksual di transportasi umum, baik sebagai korban atau saksi, berpotensi menciptakan ketegangan dan kemarahan yang dapat memicu konflik dengan pelaku atau dengan penumpang lain yang merasa tersinggung oleh kejadian tersebut.

Penumpang yang melihat atau mengalami pelecehan seksual mungkin bereaksi dengan marah dan berusaha melindungi diri mereka sendiri atau membantu korban.

Penyelesain yang elegan dan benar adalah dengan melaporkan kasus pelecehan seksual kepada pihak berwenang dan petugas keamanan di transportasi umum.

Pelecehan seksual adalah pelanggaran pidana yang serius dan harus ditangani juga dengan serius oleh semua pihak yang terlibat.

Pengaturan hak-hak korban kekerasan seksual dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) memperlihatkan bahwa masalah pelecehan seksual merupakan masalah yang serius di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun