Potensi Melakukan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual oleh Pusat Perbelanjaan
Oleh Handra Deddy Hasan
Salah satu kegiatan rutin yang penulis lakukan pada waktu weekend ketika anak-anak masih kecil adalah mengunjungi Pusat Perbelanjaan (Mal).
Nampaknya kegiatan mengunjungi Pusat Perbelanjaan pada waktu libur merupakan kegiatan favorit di keluarga Indonesia, minimal bagi keluarga yang berdomisili di Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi (Jabodetabek) serta kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Banyaknya keluarga Indonesia mengunjungi Pusat Perbelanjaan untuk menghabiskan waktu bersama ketika libur karena menawarkan beragam fasilitas dan hiburan dalam satu tempat.
Mereka dapat berbelanja bersama, makan di restoran, bermain di area bermain anak-anak, atau menonton film di bioskop.
Kegiatan ini memberikan kesempatan untuk menciptakan momen berkualitas bersama keluarga sambil menikmati berbagai aktivitas dan fasilitas yang ditawarkan oleh Pusat Perbelanjaan.
Kegiatan dan kebiasaan keluarga Indonesia ke Pusat Perbelanjaan seperti gayung bersambut bagi pebisnis untuk melebarkan sayap bisnisnya agar bisa  meraih cuan lebih banyak.
Akibatnya makin banyak Pusat Perbelanjaan bertebaran disejumlah lokasi di sekitar Jabodetabek, ibarat cendawan yang tumbuh di musim hujan.
Banyak dan tersebarnya Pusat Perbelanjaan di sekitar Jabodetabek juga disebabkan karena Jakarta adalah ibu kota dan pusat ekonomi Indonesia.
Kehadiran Pusat Perbelanjaan di Jabodetabek memberikan peluang bisnis yang besar.
Selain itu pertumbuhan populasi dan urbanisasi yang pesat di Jakarta juga mendorong permintaan akan pusat perbelanjaan dan hiburan.
Pusat Perbelanjaan menjadi tempat tidak hanya untuk berbelanja, tetapi juga untuk bersosialisasi dan menghabiskan waktu luang.
Apalagi,  infrastruktur dan konektivitas yang baik  membuat lokasi-lokasi Pusat Perbelanjaan lebih mudah dijangkau, sehingga makin merangsang pendirian dan pengembangan mal di Jabodetabek.
Alternatif Menghabiskan Waktu Dengan Keluarga Selain Mengunjungi Pusat Perbelanjaan
Menurut beberapa ahli pendidikan sebetulnya ada kegiatan yang lebih edukatif dan bermanfaat dibandingkan mengunjungi Pusat Perbelanjaan bersama keluarga pada waktu libur.
Alternatif kegiatan bersama keluarga menghabiskan waktu liburan  itu adalah dengan berkunjung ke  museum.
Mengunjungi museum bisa menjadi alternatif yang baik untuk menghabiskan waktu bersama keluarga pada akhir pekan.
Museum menawarkan kesempatan untuk belajar tentang budaya, sejarah, seni, dan pengetahuan lainnya dalam lingkungan yang edukatif dan tenang.
Melalui kunjungan ke museum, keluarga dapat meningkatkan pengetahuan mereka bersama-sama, merangsang minat dalam bidang-bidang tertentu, dan menghargai warisan budaya.
Selain itu, mengunjungi museum juga bisa menjadi pengalaman yang eksotis dan berbeda dibandingkan dengan mengunjungi pusat perbelanjaan.
Namun kegiatan mengunjungi museum ketika libur ternyata bukan pilihan favorit dan populer bagi keluarga Indonesia.
Terdapat beberapa hal yang mungkin mengunjungi museum kurang populer dibandingkan dengan mengunjungi pusat perbelanjaan di kalangan keluarga Indonesia pada akhir pekan.
Misalnya, Pusat perbelanjaan menawarkan berbagai macam aktivitas, termasuk berbelanja, makan, dan hiburan, yang lebih sesuai dengan minat keluarga Indonesia pada umumnya.
Selain itu, Pusat perbelanjaan menyediakan lingkungan yang lebih santai dan sosial untuk keluarga, di mana mereka dapat berkumpul, makan bersama, atau hanya menghabiskan waktu bersama dalam suasana yang lebih santai.
Pusat perbelanjaan seringkali menawarkan berbagai hiburan seperti bioskop, area bermain anak, dan acara-acara khusus yang dapat menghibur seluruh anggota keluarga, dimana acara-acara demikian tidak akan kita temukan di museum.
Hal yang sangat sukar dirubah adalah masalah mind set keluarga Indonesia. Terkadang, museum dianggap sebagai tempat yang lebih serius dan mungkin kurang menarik untuk dikunjungi bagi beberapa orang, terutama anak-anak.
Munculnya persepsi demikian karena keterbatasan pengetahuan. Beberapa keluarga mungkin merasa kurang familiar dengan apa yang ditawarkan oleh museum atau mungkin merasa kurangnya pemahaman tentang keindahan seni atau nilai sejarah yang ada di museum.
Pusat Perbelanjaan Punya Potensi Melakukan Pelanggaran Hukum Atas Hak Kekayaan Intelektual
Ternyata Pusat Perbelanjaan yang merupakan destinasi populer dan favorit dan banyak dipilih keluarga Indonesia untuk menikmati hari libur, menyimpan potensi untuk melakukan pelanggaran hukum.
Berdasarkan keterangan Fitriadi Agung Prabowo, Kepala Subdirektorat Pelayanan Intelektual Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Azasi Manusia DKI Jakarta, hanya 18 Pusat Perbelanjaan dari 96 Pusat Perbelanjaan di Jakarta yang mempunyai Sertifikat bebas pelanggaran hak kekayaan Intelektual (HKI).
Diantaranya Pusat Perbelanjaan yang mempunyai Sertifikat adalah Mal of Indonesia, PIK Avenue, dan Ashta District 8 (Kompas, Senin 21 Agustus 2023).
Bagaimana dengan Pusat Perbelanjaan lain yang bertebaran sekitar Jabodetabek dan kota-kota besar di Indonesia, apakah sudah mempunyai Sertifikat bebas pelanggaran hak kekayaan Intelektual (HKI)?
Tidak ada informasi lebih lanjut tentang hal Pusat Perbelanjaan lain, apakah mempunyai Sertifikat atau tidak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pusat Perbelanjaan yang tidak mempunyai Sertifikat bebas pelanggaran hak kekayaan Intelektual (HKI) berpotensi untuk melakukan pelanggaran hukum.
Beberapa contoh pelanggaran hukum yang dapat berkaitan dengan Pusat Perbelanjaan, meliputi penjualan produk bajakan atau tindakan plagiarisme yang dilakukan toko-toko di dalam Pusat Perbelanjaan atau acara yang diadakan di dalam tersebut.
Salah satunya adalah kemungkinan penggunaan merek dagang tanpa izin, seperti mengadakan acara atau promosi dengan menggunakan merek tertentu tanpa izin dari pemiliknya, bisa dianggap sebagai pelanggaran hak kekayaan intelektual.
Penjualan produk palsu atau bajakan (dikenal dengan barang KW) yang meniru produk asli yang dilindungi oleh hak cipta, merek dagang, atau hak paten adalah salah satu bentuk pelanggaran hak kekayaan intelektual.
Misalnya, penjualan pakaian, tas, sepatu, aksesoris, atau barang elektronik palsu yang meniru merek terkenal.
Termasuk dalam hal ini penyalinan desain atau tampilan produk lain tanpa izin adalah bentuk pelanggaran hak cipta.
Misalnya, menduplikasi desain pakaian, tas, sepatu atau produk lain yang memiliki elemen-elemen yang unik dan dilindungi oleh hak cipta.
Kemudian jika sebuah acara di Pusat Perbelanjaan menggunakan gambar, musik, video, atau konten lainnya yang dilindungi hak cipta tanpa izin dari pemiliknya, maka hal tersebut dapat dianggap sebagai tindakan plagiarisme.
Biasanya Pusat Perbelanjaan juga sering mengadakan kegiatan berupa Promosi. Promosi tersebut berpotensi Ilegal apabila menggunakan Merek Dagang tanpa izin.
Jika sebuah toko atau acara di dalam mal menggunakan merek dagang tanpa izin untuk tujuan promosi atau pemasaran, hal ini dapat melanggar hak eksklusif pemilik merek dagang.
Atau apabila toko di dalam Pusat Perbelanjaan menggunakan logo, nama, atau merek dagang milik toko lain untuk menarik pelanggan atau mendapatkan manfaat dari reputasi merek tersebut, hal ini dapat dianggap sebagai pelanggaran hak merek dagang.
Semua tindakan ini melanggar hak kekayaan intelektual dan dapat mengakibatkan tuntutan hukum oleh pemilik hak tersebut (pelanggaran hak cipta merupakan delik aduan) berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta).
Konsekuensi hukumnya tidak sekedar pembayaran denda saja karena merupakan pelanggaran hak cipta yang dilakukan terhadap hak ekonomi dan mempunyai sanksi pidana.
Berdasarkan Bab XVII yang terdiri dari sejak Pasal 112 sampai dengan 120  UU Hak Cipta, pelaku pelanggaran hak cipta dengan sengaja dan tanpa hak diancam dengan  hukuman bervariasi dengan pidana penjara maksimal 10 tahun, minimal 1 tahun dan denda bervariasi miliaran rupiah serta yang termurah ratusan juta rupiah.
Oleh karena itu, penting bagi toko-toko dan penyelenggara acara di dalam Pusat Perbelanjaan untuk memastikan bahwa mereka mematuhi hukum hak kekayaan intelektual dan tidak melakukan tindakan plagiarisme.
Untuk menjamin suatu Pusat Perbelanjaan telah terbebas dari pelanggaran hak cipta baik secara formal maupan secara material adalah dengan mempunyai Sertifikat bebas pelanggaran hak kekayaan Intelektual yang dikeluarkan oleh Kementrian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI