Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Demi Kontes Miss Universe, Rela Telanjang dan Buka Baju

8 Agustus 2023   22:44 Diperbarui: 8 Agustus 2023   22:50 1198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar photo dan ilustrasi suara.com


Oleh Handra Deddy Hasan

Phrase kata "Pelecehan Seksual" sedang trending saat ini.

Hal ini terjadi karena pada Senin, 7 Agustus 2023 sejumlah korban melapor ke Polda Metro Jaya, Sub Direktorat Remaja, Anak dan Wanita (Subdit Renakta) didampingi kuasa hukumnya Melisa Anggraini.

Melisa menyebut body checking di Miss Universe Indonesia (MUID) telah melanggar UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Priskilla Jelita Tamariska dan Desak Putu Ratih Widhiarta, keduanya finalis MUID asal Jawa Barat, pada tanggal 1 Agustus 2023 diminta untuk fitting, bukan body checking.
 
Menurut Jelita dirinya diminta untuk fitting gaun malam (evening gown).

Namun ketika masuk ke tempat fitting, tiba-tiba dirinya disuruh nyaris telanjang bulat, kecuali hanya boleh memakai celana dalam.

Saat itu Jelita patuh demi ikut prosesi kontestasi MUID namun berusaha menutup area tubuh bagian atas yang telanjang, akibatnya dia dibentak, dianggap tidak bangga akan tubuhnya sendiri.

Menurut Melissa kuasa hukum pihak pelapor dalam rundown resmi MUID tidak disebutkan adanya body checking.

Pelecehan Seksual Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang.

Pelecehan seksual dapat dikatakan merupakan tindakan yang tidak diinginkan dan tidak pantas yang melibatkan seksualitas, seperti komentar kasar, sentuhan tidak pantas, atau pemaksaan aktivitas seksual tanpa izin. Ini adalah tindakan yang melanggar batas-batas pribadi seseorang dan sering kali memiliki dampak emosional dan psikologis yang serius.

Dalam rumusan Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Seksual (UU TPS), Pelecehan Seksual marupakan salah satu bagian dari  tindak pidana Kekerasan Seksual.

Kemudian Tindak Pidana pelecehan Seksual dalam Pasal 6 ayat a UU TPS dirumuskan dengan unsur -unsur lebih sederhana yaitu setiap perbuatan secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang.

Terhadap tindak pidana pelecehan seksual pelaku dapat dikenakan sanksi maksimal dengan pidana penjara 4 tahun penjara dan atau pidana penjara paling banyak Rp 50.000.000,00 (Lima puluh juta rupiah).

Memperhatikan kronologis peristiwa pelecehan seksual yang terjadi di MUID, dimana peristiwa terjadi pada tanggal 1 Agustus, kemudian pada tanggal 3 Agustus diumumkan pemenangnya.

Pemenang yang ditetapkan oleh panitia adalah Fabienne Nicole Groeneveld dan tidak termasuk pihak yang membuat laporan Polisi yang dibuat tanggal 7 Agustus 2023.

Apakah dalam hal ini pemenang kontes MUID juga mengalami pelecehan seksual yang sama namun tidak melaporkannya karena juara sedangkan finalis yang tidak juara kemudian melaporkan adanya tindak pidana pelecehan seksual?

Artinya apakah peserta MUID bersedia secara sukarela dilecehkan secara seksual, asal dapat imbalan menjadi juara alias dinyatakan sebagai Miss Universe Indonesia, sedangkan kalau tidak ada imbalan juara dianggap merugikan, sehingga dilaporkan ke Polisi.

Atau ada skenario lain yaitu peserta dan finalis MUID karena kurangnya pengetahuan dan literasi sehingga ketika terjadi pelecehan seksual tidak menyadari telah terjadi tindak pidana.

Kemudian setelah kejadian dan dapat pencerahan dari beberapa sumber baru mereka sadar bahwa peristiwa disuruh telanjang adalah bukan kejadian yang normal dan merupakan tindak pidana pelecehan seksual.

Dalam skenario ini laporan Polisi dari korban tidak ada kaitannya dengan hasil kompetisi di mana mereka kalah dan tidak terpilih sebagai Miss Universe Indonesia.


Pelecehan Seksual Bisa Terjadi di Mana Saja.

Berdasarkan asumsi bahwa bisa saja seseorang tidak menyadari bahwa telah dilecehkan secara seksual, maka perlu pencerahan bahwa pelecehan seksual bisa terjadi dalam beberapa kejadian di tempat lain.

Potensi dan kondisi yang sangat dominan dalam terjadinya tindak pidana pelecehan seksual adalah adanya relasi kuasa.

Dalam kasus kompetisi MUID relasi kuasa yang terdeteksi adalah terdapat pada Panitia yang berkuasa untuk menentukan pemenang. 

Para kontestan takut menentang dan melawan panitia, kawatir akan didiskualifikasi dan tidak terpilih sebagai pemenang. 

Akibatnya kontestan menerima saja aturan-aturan aneh, misal disuruh telanjang, padahal ada perasaan tidak nyaman dan tidak enak pada awalnya.

Pelecehan seksual dapat terjadi dalam berbagai konteks dan situasi.

Misalnya relasi kuasa bisa juga terjadi ketika melamar pekerjaan.
Dalam kenyataan sehari-hari kadang-kadang adakalanya seorang pelamar pekerjaan diminta untuk melepaskan pakaian atau menjalani pemeriksaan fisik yang tidak relevan dengan posisi yang dilamar, itu bisa dianggap pelecehan seksual. 

Pelamar biasanya menurut karena takut tidak diterima bekerja di perusahaan tersebut.

Kita juga sering mendengar pelecehan seksual terjadi di lingkungan pendidikan, ketika ada acara penerimaan mahasiswa/siswa baru. 

Ada kalanya para senior melakukan pemeriksaan fisik yang tidak pantas atau tidak diperlukan terhadap mahasiswa/siswa baru. Hal demikian juga dapat dianggap sebagai pelecehan seksual. Ketakutan dan keseganan mahasiswa/siswa baru dimanfaatkan oleh para senior.

Bahkan dalam relasi professional seperti dalam situasi medis.
Pemeriksaan medis seharusnya selalu dilakukan dengan persetujuan dan privasi yang dijaga secara profesional.

Jika ada pemeriksaan fisik yang tidak perlu atau tidak pantas yang dilakukan oleh tenaga medis, itu bisa dianggap sebagai pelecehan seksual.

Di tempat umumpun kadang-kadang terjadi pelecehan seksual. Kejadian berdesakan di bus umum atau Kereta Rel Listrik (KRL) sering diberitakan bahwa telah terjadi pelecehan seksual.

Ada saja laki-laki yang mengumbar nafsu dalam keramaian dengan menempelkan menggesekkan alat kelaminnya kepada bagian tubuh perempuan, memanfaatkan kepadatan penumpang.

Hal terakhir yang perlu diketahui bahwa dalam hubungan pribadi pun bisa terjadi pelecehan seksual.  
Aksi yang dilakukan tanpa izin dalam hubungan pribadi, termasuk dalam hubungan romantis, juga dapat dianggap sebagai pelecehan seksual. 

Bagi yang berpacaran seharusnya sadar bahwa perbuatan romantis dilakukan secara suka sama suka. Apabila salah satu pihak merasa bahwa ada aksi yang telah melewati batas, seharusnya jangan sungkan menolak, karena aksi romantis yang dipaksakan bisa dikatagorikan sebagai tindak pidana pelecehan seksual yang dilarang Undang-Undang.

Dapat disimpulkan bahwa setiap tindakan yang melanggar batas pribadi dan membuat seseorang merasa tidak aman, tidak nyaman, atau terhina dapat dianggap sebagai pelecehan seksual, terlepas dari apapun konteksnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun