Potensi dan kondisi yang sangat dominan dalam terjadinya tindak pidana pelecehan seksual adalah adanya relasi kuasa.
Dalam kasus kompetisi MUID relasi kuasa yang terdeteksi adalah terdapat pada Panitia yang berkuasa untuk menentukan pemenang.Â
Para kontestan takut menentang dan melawan panitia, kawatir akan didiskualifikasi dan tidak terpilih sebagai pemenang.Â
Akibatnya kontestan menerima saja aturan-aturan aneh, misal disuruh telanjang, padahal ada perasaan tidak nyaman dan tidak enak pada awalnya.
Pelecehan seksual dapat terjadi dalam berbagai konteks dan situasi.
Misalnya relasi kuasa bisa juga terjadi ketika melamar pekerjaan.
Dalam kenyataan sehari-hari kadang-kadang adakalanya seorang pelamar pekerjaan diminta untuk melepaskan pakaian atau menjalani pemeriksaan fisik yang tidak relevan dengan posisi yang dilamar, itu bisa dianggap pelecehan seksual.Â
Pelamar biasanya menurut karena takut tidak diterima bekerja di perusahaan tersebut.
Kita juga sering mendengar pelecehan seksual terjadi di lingkungan pendidikan, ketika ada acara penerimaan mahasiswa/siswa baru.Â
Ada kalanya para senior melakukan pemeriksaan fisik yang tidak pantas atau tidak diperlukan terhadap mahasiswa/siswa baru. Hal demikian juga dapat dianggap sebagai pelecehan seksual. Ketakutan dan keseganan mahasiswa/siswa baru dimanfaatkan oleh para senior.
Bahkan dalam relasi professional seperti dalam situasi medis.
Pemeriksaan medis seharusnya selalu dilakukan dengan persetujuan dan privasi yang dijaga secara profesional.
Jika ada pemeriksaan fisik yang tidak perlu atau tidak pantas yang dilakukan oleh tenaga medis, itu bisa dianggap sebagai pelecehan seksual.