Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tagar "Budaya Beberes" agar Dijadikan Adab Sosial

3 Agustus 2023   17:19 Diperbarui: 6 Agustus 2023   11:32 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Budaya beberes setelah makan di restoran. (Dok Shutterstock)

Oleh Handra Deddy Hasan

Ketika penulis punya kesempatan berkunjung ke Jepang, ada praktik sepele, namun menarik untuk diperhatikan ketika makan di tempat umum seperti restoran.

Hal tersebut terjadi tidak hanya di restoran besar, tapi juga terjadi di restoran kecil (seperti warung kalau di Indonesia) ataupun juga terjadi di restoran cepat saji yang merk-merk restorannya juga ada di Indonesia.

Sehabis selesai makan ada adab sosial yang tidak kita temukan praktiknya di Indonesia, tapi di Jepang sudah merupakan aktivitas otomatis yang dilakukan oleh setiap pelanggan yang makan di restoran. 

Praktik tersebut adalah membersihkan meja dari segala sampah akibat selesai makan, termasuk meletakkan alat-alat bekas makan ke tempatnya. 

Di Jepang yang terkenal dengan kebersihan dan adab sosial tentang sampah, mereka telah membagi sampah sesuai katagori, sampah yang bisa dibakar, tidak bisa dibakar dan sampah daur ulang serta sampah besar.

Kategori tersebut telah melekat dalam DNA mereka sejak kanak-kanak, sehingga praktik membersihkan meja makan sehabis makan di restoran dan membuang sampah di tempatnya sesuai katagori merupakan adab yang telah otomatis dilakukan tanpa disuruh sama sekali.

Tagar BUDAYA BEBERES Disalah Satu Restoran Cepat Saji (Dokumentasi pribadi)
Tagar BUDAYA BEBERES Disalah Satu Restoran Cepat Saji (Dokumentasi pribadi)

Apabila kita makan di restoran manapun di Indonesia, praktik tersebut nyaris tidak dilakukan oleh pelanggan. Membersihkan meja sehabis makan dan membuang sampah pada tempatnya bukan kebiasaan dan adab orang Indonesia di lingkungan sosial. Sebagian dari kita menganggap tugas bersih-bersih merupakan tugas pembantu atau merupakan tugas karyawan restoran.

Beberapa restoran cepat saji di Indonesia telah berusaha untuk menggugah pengunjung melakukan adab tertib sosial sebagaimana yang telah merupakan tertib sosial di Jepang. Restoran tersebut menandai dengan tagar "BUDAYA BEBERES" dan memberi apresiasi dengan dorongan kata-kata bahwa membereskan sendiri tersebut keren.

Jadi level masyarakat Indonesia untuk tertib sosial dalam hal beberes habis makan di tempat umum masih berupa imbauan, bujukan dengan apresiasi agar masyarakat mau melakukannya.

Jadi belum jadi kelakuan yang merupakan praktik yang otomatis dilakukan sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh masyarakat Jepang.

Salah satu Restoran yang ada di Tokyo (Dokumentasi pribadi)
Salah satu Restoran yang ada di Tokyo (Dokumentasi pribadi)

Adab Sosial Berlalu-lintas di Indonesia.

Mari kita lihat adab sosial lain yang lebih tinggi lagi kastanya dibanding beberes habis makan yaitu adab berlalu-lintas di depan umum. Adab jenis ini lebih tinggi kastanya karena norma yang mengaturnya berupa undang-undang, tidak lagi sekadar anjuran.

Pagi ini, penulis seperti biasa melakukan perjalanan rutin dari rumah ke pusat kota. Sejak berangkat dari rumah dengan menggunakan mobil pribadi sampai ke tempat tujuan kurang lebih melewati 6 (enam) persimpangan yang menggunakan lampu traffic lights. 

Perjalanan ditempuh dengan bermula dari daerah Pulo Gebang di ujung Jakarta Timur sampai ke daerah Rawamangun Jakarta Timur dengan melewati Jalan Ngurah Rai.

Sehubungan penulis berangkat pada waktu matahari sudah agak meninggi yaitu sekitar jam 10.00 pagi, jalanan walau tetap dipenuhi kendaraan, tapi tidak macet. Hal berbeda akan terjadi apabila jalan yang sama ditempuh pada waktu jam berangkat kerja sekitar jam 7 pagi, pasti lebih banyak diamnya dari pada berputarnya roda mobil.

Dari sekian banyak traffic lights yang ditempuh, sebagian pengendara motor mengabaikannya. Pada saat traffic lights nyala dengan warna merah, di mana seharusnya berhenti, tapi pengendara motor justru tetap melaju. 

Kenapa bisa terjadi? 

Para pengendara motor yang tidak tertib tersebut mengandalkan pengamatan. Setelah lihat dan mengamati kiri kanan dan tidak ada pengendara lain yang berpapasan, tanpa patuh kepada tanda traffic lights, maka mereka mengambil keputusan untuk tetap melaju. 

Padahal guna adanya traffic lights, merupakan aba-aba untuk tertib sosial, agar setiap yang terlibat dalam kegiatan sosial pada waktu yang bersamaan menjadi tertib dan aman bagi semuanya. 

Pengemudi motor lebih percaya kepada instinct dan penglihatan matanya dibanding dengan rambu-rambu, ketika beraktivitas di jalan raya (lingkungan sosial).

Apakah pengendara mobil termasuk yang punya budaya tertib sosial ketika berkendara di Indonesia? Hasilnya kurang lebih sama dengan cerita pengendara sepeda motor dalam cerita di atas.

Pada waktu yang lain, penulis pagi-pagi sekali sehabis salat subuh berangkat dari rumah untuk bermain golf di daerah Bogor. 

Agar bisa mencapai lapangan golf, penulis menggunakan jalan toll lingkar luar dan masuk dari Gate Pulo Gebang. Beberapa meter dari pintu masuk Gate Pulo Gebang terpancang tiang rambu-rambu kecepatan yang diperbolehkan ketika berkendara di jalan toll tersebut. 

Rambu-rambu terpancang di sebelah kiri jalan dengan tanda bulat melingkar warna merah dengan tulisan besar 80 didalamnya dan di dibawahnya ada lagi tanda lingkaran dengan warna biru dengan tulisan angka 60 didalamnya. 

Apabila kita lulus ketika ujian untuk bisa mendapatkan izin mengemudi (SIM), maka kita akan paham bahwa tanda tersebut memberitahukan kepada pengemudi bahwa dijalan toll lingkar luar tersebut Pengemudi diperbolehkan mengemudi dengan kecepatan maksimal 80 km/perjam dan paling lambat 60/perjam. 

Diluar range antara 60 km/jam sampai 80 km/jam berarti pengemudi telah melakukan pelanggaran batas kecepatan mengemudi di jalan toll tersebut.

Kenyataan yang pengemudi alami di pagi yang sepi tersebut, kebanyakan pengemudi mengemudikan kendaraannya lebih cepat dari batas kecepatan yang diperbolehkan.

Nampaknya hampir semua pengemudi mobil di pagi itu tidak mengindahkan rambu-rambu batas kecepatan yang ada. Padahal rambu-rambu cukup jelas yang merupakan adab tertib sosial dan dipasang sepanjang jalan toll beberapa meter disebelah kiri jalan di setiap ada Gate masuk.

Kenapa pengendara mobil di jalan toll tidak patuh kepada rambu-rambu batas kecepatan? Apakah karena pagi itu semua orang yang mengemudi di jalan tol tersebut terburu-buru berangkat kerja? Atau karena pengemudi Indonesia memang berbakat menjadi pembalap yang memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi? 

Jawabannya tentu saja tidak karena faktanya, tidak ada satu pun nama orang Indonesia yang tercatat di arena balap Formula One dan menjadi juara.

Ilustrasi kejadian di atas adalah budaya tertib tertib sosial yang normanya telah diatur dalam undang-undang, sehingga ada sanksi hukumnya.

Berdasarkan Pasal 287 ayat 2 dan ayat 5 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) pelanggaran atas lampu traffic lights dan batas kecepatan yang diperbolehkan akan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (Dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,- (Lima ratus ribu rupiah).

Denda tersebut berkaitan dengan Pasal 164 ayat 4 huruf c UU LLAJ yang melarang untuk melakukan pelanggaran atas rambu traffic lights dan Pasal yang sama huruf g yang menentukan batas kecepatan berkendara di suatu ruas jalan.

Budaya adab sosial di jalan raya di mana aturannya telah dirumuskan dalam UU LLAJ, sehingga sudah merupakan rumusan yang telah diberikan sanksi hukum, namun tetap diabaikan oleh orang-orang Indonesia.

Paling-paling pada waktu ada petugas polisi yang berada di lokasi, barulah para pengendara lebih tertib dan patuh kepada rambu-rambu yang ada. 

Hal tersebut membuktikan bahwa pengendara mengerti dan paham atas aturan dan akan patuh takut dikenakan sanksi, jika ada petugas polisi.

Pentingnya budaya adab sosial.

Kita tidak bisa memandang rendah atas pelaksanaan adab sosial di tengah masyarakat. Konon, tetangga kita Singapura bisa menjadi negara maju bermula dengan menegakkan budaya adab sosial.

Lee Kwan Yew sebagai pemimpin karismatik Singapura dengan tangan besi menegakkan budaya adab sosial sehingga dipatuhi oleh masyarakatnya. 

Awalnya masyarakat Singapura dengan punya budaya adab sosial yang jelek yaitu gampang meludah dimana saja di tempat umum. 

Dengan kepemimpinan dan kebijakan serta memberlakukan sanksi Lee Kwan Yew bisa mentransformasi negaranya menjadi negara maju, modern, bersih karena bisa menyelesaikan masalah adab sosial masyarakatnya, termasuk meludah seenaknya di tempat umum.

Negara Singapore adalah negara maju karena punya budaya adab sosial yang baik (Dokumentasi pribadi)
Negara Singapore adalah negara maju karena punya budaya adab sosial yang baik (Dokumentasi pribadi)

Masyarakat yang tertib dan patuh dalam menjalankan budaya adab sosial akan dapat meraih beberapa keuntungan.

Secara ekonomis akan terjadi peningkatan efisiensi. Dalam kasus restoran seperti yang diceritakan dalam ilustrasi di atas. Pegawai restoran dengan skala bisnis yang sama antara di Jepang dan Indonesia misalnya, maka akan lebih sedikit jumlah pegawai restoran yang dibutuhkan di Jepang dibanding di Indonesia. 

Hal tersebut bisa terjadi karena karyawan restoran di Jepang tidak dibebankan dengan pekerjaan tambahan membersihkan meja pelanggan. Efisiensi pengelolaan restoran akan bisa berujung dengan kesejahteraan karyawan restoran.

Gambaran besarnya efisiensi akan mendorong pertumbuhan ekonomi serta ketertiban mendorong stabilitas sosial dan investasi, yang dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Ketertiban dan patuh terhadap adab sosial menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, dan bersih, meningkatkan kualitas hidup bagi seluruh masyarakat. 

Dalam ilustrasi cerita adab sosial berlalu-lintas, apabila masyarakat lebih patuh, maka kalaupun tidak menghilangkan, pasti akan menurunkan angka kecelakaan lalu lintas di jalan raya, sehingga otomatis juga akan mengurangi kerugian material dan nyawa manusia sia-sia.

Masyarakat yang patuh dengan budaya adab sosial cenderung mendapatkan citra positif baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Ini dapat meningkatkan daya tarik untuk investasi, pariwisata, dan hubungan internasional yang lebih baik.

Suatu budaya adab sosial yang dijalankan bersama-sama menciptakan ikatan sosial yang kuat dan memperkuat rasa persatuan dalam masyarakat serta menyenangkan akan mengurangi terjadinya konflik.

Perkelahian jalanan, karena mobil senggolan, tawuran kelompok yang merebak di berbagai tempat akan bisa diredam. Dengan menerapkan adab sosial, konflik dan ketegangan sosial dapat berkurang karena masyarakat lebih cenderung menghormati hak dan batas-batas masing-masing. Selain itu masyarakat akan menikmati lingkungan yang bersih dan sehat sebagai hasilnya. 

Ketertiban dalam menjalankan budaya adab sosial juga berdampak pada lingkungan yang lebih bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit dan meningkatkan kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Sampah-sampah tidak dibiarkan bertebaran dan berserakan dimana-mana.

Dengan adanya ketertiban sosial mengurangi potensi tindakan kriminal dan menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi seluruh masyarakat.

Melihat keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh apabila suatu masyarakat patuh menerapkan budaya adab sosial dan memiliki masyarakat yang tertib, tidak-lah heran kenapa Lew Kwan Yew membawa negara Singapore mencapai kemajuan yang berkelanjutan dan menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi warganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun