Jadi level masyarakat Indonesia untuk tertib sosial dalam hal beberes habis makan di tempat umum masih berupa imbauan, bujukan dengan apresiasi agar masyarakat mau melakukannya.
Jadi belum jadi kelakuan yang merupakan praktik yang otomatis dilakukan sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh masyarakat Jepang.
Adab Sosial Berlalu-lintas di Indonesia.
Mari kita lihat adab sosial lain yang lebih tinggi lagi kastanya dibanding beberes habis makan yaitu adab berlalu-lintas di depan umum. Adab jenis ini lebih tinggi kastanya karena norma yang mengaturnya berupa undang-undang, tidak lagi sekadar anjuran.
Pagi ini, penulis seperti biasa melakukan perjalanan rutin dari rumah ke pusat kota. Sejak berangkat dari rumah dengan menggunakan mobil pribadi sampai ke tempat tujuan kurang lebih melewati 6 (enam) persimpangan yang menggunakan lampu traffic lights.Â
Perjalanan ditempuh dengan bermula dari daerah Pulo Gebang di ujung Jakarta Timur sampai ke daerah Rawamangun Jakarta Timur dengan melewati Jalan Ngurah Rai.
Sehubungan penulis berangkat pada waktu matahari sudah agak meninggi yaitu sekitar jam 10.00 pagi, jalanan walau tetap dipenuhi kendaraan, tapi tidak macet. Hal berbeda akan terjadi apabila jalan yang sama ditempuh pada waktu jam berangkat kerja sekitar jam 7 pagi, pasti lebih banyak diamnya dari pada berputarnya roda mobil.
Dari sekian banyak traffic lights yang ditempuh, sebagian pengendara motor mengabaikannya. Pada saat traffic lights nyala dengan warna merah, di mana seharusnya berhenti, tapi pengendara motor justru tetap melaju.Â
Kenapa bisa terjadi?Â
Para pengendara motor yang tidak tertib tersebut mengandalkan pengamatan. Setelah lihat dan mengamati kiri kanan dan tidak ada pengendara lain yang berpapasan, tanpa patuh kepada tanda traffic lights, maka mereka mengambil keputusan untuk tetap melaju.Â