Ketika pasangan memiliki perbedaan yang signifikan dalam nilai-nilai, keyakinan, atau tujuan hidup, hal itu bisa mengakibatkan ketegangan dan konflik yang tidak dapat diatasi. Jika pasangan tidak dapat menemukan kesepakatan atau saling menghormati perbedaan mereka, perceraian bisa menjadi pilihan terakhir.
3. Perselingkuhan
Perselingkuhan merupakan salah satu penyebab umum perceraian. Ketidaksetiaan dalam hubungan dapat menghancurkan kepercayaan dan menghasilkan perasaan tidak mampu memperbaiki hubungan yang rusak.
4. Masalah keuangan
Masalah keuangan seperti utang yang berat, perbedaan dalam gaya pengeluaran, atau ketidakmampuan untuk mencapai kesepakatan mengenai keuangan dapat menjadi sumber ketegangan yang signifikan dalam rumah tangga. Konflik keuangan yang terus-menerus bisa mengikis kebahagiaan dan kestabilan pernikahan.
5. Kehidupan seks yang tidak memuaskan
Keharmonisan dalam kehidupan seksual sering kali dianggap penting dalam pernikahan. Ketidakpuasan seksual atau ketidaksesuaian kebutuhan seksual dapat menyebabkan kekecewaan yang mendalam dan bahkan menyebabkan keretakan dalam hubungan.
6. Perubahan individu
Kadang-kadang, perkembangan individu yang signifikan atau perubahan kepribadian salah satu pasangan dapat mengubah dinamika hubungan secara keseluruhan. Ketika pasangan tidak lagi merasa terhubung atau mendukung satu sama lain, perceraian mungkin dianggap sebagai pilihan terbaik.
Strategi Pengacara Agar Keinginan Kliennya Untuk Bercerai Dikabulkan oleh Hakim
Dari semua alasan-alasan perceraian yang dapat dihimpun dalam kenyataannya tersebut di atas, pada waktu dibawa dan diungkap di Pengadilan tidak bisa digelar gamblang begitu saja di ruang Pengadilan. Hal itu disebabkan karena masalah perceraian adalah masalah hukum keluarga yang kadang-kadang mempunyai sisi sensitif untuk digelar di ruang persidangan, sehingga biasanya pihak yang bercerai akan menyembunyikan atau menyamarkan alasan-alasan perceraian yang sebenarnya. Misalnya masalah kehidupan seks yang tidak memuaskan, tidak akan pernah muncul di ruangan persidangan.
Bahkan alasan-alasan yang kelihatan sangat kuat seperti perselingkuhan kadang-kadang sukar untuk dibuktikan di ruang Pengadilan, sehingga keinginan pasangan untuk bercerai menjadi gagal, alias hakim tidak mengabulkan permohonan cerai pasangan yang telah sepakat untuk bercerai.
Alasan penganiayaan, kalau peristiwanya telah lama berlalu dan tidak adanya bukti visum et repertum atas kekejaman penganiayaan bisa membuat gagal sidang perceraian.Â
Begitu juga berdasarkan alasan sebenarnya orang bercerai karena alasan ekonomi, tapi banyak pasangan yang dalam golongan ekonomi menengah ke atas tidak mau mengangkat alasan ini ke sidang pengadilan. Walau nyata-nyata mereka berpisah karena masalah keuangan, tetapi ketika dijadikan alasan formal untuk dijadikan topik di Pengadilan, mereka keberatan. Ada rasa tidak nyaman di diri mereka bahwa ada kesan akan dituduh matre.
Alasan-alasan Perceraian Yang Diatur Oleh Undang-undang
Bagi pengacara-pengacara yang sudah biasa menangani perceraian, biasanya akan mengarahkan kepada kliennya untuk mencari alasan-alasan perceraian yang diatur dalam undang-undang agar keinginan para pihak untuk bercerai bisa dikabulkan oleh hakim.
Di dalam UU No 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan sudah diatur mengenai alasan-alasan untuk bercerai yang kuat untuk diajukan ke pengadilan, alasan-alasan tersebut tercantum di dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yaitu sebagai berikut:
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.
6. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.