Oleh Handra Deddy Hasan
Sebagaimana kita ketahui berjalan kaki sebagai metode transportasi memiliki banyak keuntungan.Â
Berjalan kaki itu adalah cara transportasi yang paling murah. Berjalan kaki tidak memerlukan biaya transportasi sama sekali, sehingga kita dapat menghemat uang yang biasanya digunakan untuk membayar biaya transportasi.
Berjalan kaki juga merupakan  olahraga ringan yang dapat membantu meningkatkan kesehatan dan kebugaran tubuh. Dengan berjalan kaki secara teratur, kita dapat meningkatkan kondisi kardiovaskular, memperkuat tulang dan otot, serta meningkatkan keseimbangan dan koordinasi tubuh.Â
Sayangnya berdasarkan suatu penelitian, orang Indonesia adalah orang yang paling malas berjalan kaki bila dibandingkan dengan orang negara-negara Asia Tenggara saja. Rata-rata langkah harian orang Indonesia 3.513 langkah, sedangkan Vietnam 3.643 langkah, Brunei Darussalam 3.823 langkah. Indonesia juga dibawah Myanmar, Malaysia, Filipina, Thailand, apalagi Singapura yang mampu mempunyai rata-rata langkah harian 5.674. Konsekwensinya orang-orang Indonesia berpotensi dapat penyakit diabetes tipe 2 (Kompas, Kamis 13 April 2023)
Berjalan kaki selain murah dan menyehatkan juga merupakan salah satu cara terbaik untuk menjaga lingkungan. Dengan tidak menggunakan kendaraan bermotor, Anda tidak hanya mengurangi emisi karbon, tetapi juga mengurangi polusi suara dan udara.
Malah di kota Jakarta yang macet dan  padat, berjalan kaki bisa menjadi opsi transportasi yang paling efisien. Berjalan kaki dapat membantu Anda mencapai tujuan lebih cepat daripada menggunakan kendaraan bermotor apabila kondisi macet dan padat seperti pada keadaan lalu lintas pada jam-jam tertentu di Jakarta.
Ada lagi keuntungan berjalan kaki yaitu dapat memberikan pengalaman baru dan memungkinkan untuk menikmati pemandangan dan objek wisata yang tidak dapat diakses dengan kendaraan bermotor.Â
Objek wisata yang indah, terpencil hanya bisa dijangkau dengan jalan setapak yang sempit, sehingga sulit dijangkau dengan kendaraan bermotor, satu-satunya untuk sampai ke lokasi hanyalah dengan berjalan kaki.
Terakhir keuntungan berjalan kaki, bisa mendapat respons positif secara psikologis. Berjalan kaki membantu menjadi lebih mandiri dan tidak bergantung mutlak pada kendaraan bermotor. Dengan demikian, dapat meningkatkan rasa percaya diri dan merasa lebih terlibat dalam lingkungan sekitar Anda.
Demikian sederet keuntungan-keuntungan berjalan kaki sebagai transportasi, sayangnya semua kebaikan tersebut  tidak sejalan dan tidak mendapat tempat yang layak dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).Â
Dalam UU LLAJ tidak ada satu pasal pun yang secara eksplisit memberikan hak bagi pejalan kaki. Pejalan kaki hanya sekedar masuk sebagai salah satu ayat perumusan yang tertuang dalam pasal 1 ayat 26.Â
Kemudian pejalan kaki disinggung lagi sebagai perlengkapan jalan berupa fasilitas pejalan kaki sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat 1.g UU LLAJ. Hanya itu saja dari materi sebanyak 326 pasal UU LLAJ yang menyinggung pejalan kaki dan itupun minus sanksi. Jadi walaupun pejalan kaki diberikan hak fasilitas trotoar sebagai perlengkapan jalan, namun kalaupun suatu jalan tidak mempunyai trotoar tidak ada sanksi apapun.
Walaupun dalam UU LLAJ pejalan kaki tidak mendapat tempat yang layak sebagai transportasi yang diunggulkan, tapi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam satu dekade terakhir memperlihatkan pekerjaan yang serius membangun trotoar sebagai fasilitas pejalan kaki.
Sebagai kita ketahui trotoar adalah area yang terletak di tepi jalan yang dirancang khusus untuk pejalan kaki. Trotoar biasanya terbuat dari bahan yang berbeda dengan jalan dan diberi marka jalan serta lampu jalan untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pejalan kaki.
Trotoar dipisahkan dari jalan, diberi tempat dibagian tepi jalan yang sedikit ditinggikan posisinya atau diberi marka jalan untuk memisahkan pejalan kaki dari pengguna jalan lain.
Tujuan utama dari trotoar adalah untuk memberikan akses yang aman dan nyaman bagi pejalan kaki, terutama di daerah perkotaan yang padat lalu lintas. Trotoar juga membantu mengurangi risiko kecelakaan dan mempromosikan aktivitas berjalan kaki, yang bermanfaat untuk kesehatan dan lingkungan.
Dalam satu dekade ini Pemerintah Propinsi DKI telah melakukan perombakan secara masif trotoar untuk kenyamanan pejalan kaki. Kalau saat ini kita berjalan di jalan-jalan protokol di Jakarta kita akan bisa menikmati trotoar yang lebar, indah, nyaman bahkan dilengkapi dengan bangku-bangku tempat duduk bagi pejalan kaki yang telah penat berjalan.Â
Tentunya perbaikan fasilitas trotoar ini memakan biaya yang besar.
Ketika pada tahun 2016 Jakarta sedang gencar-gencarnya melakukan perbaikan trotoar, Kepala Seksi Perencanaan Prasarana Jalan dan Utilitas Dinas Bina Marga DKI Jakarta, Rini Asnita mengatakan panjang jalan di Jakarta mencapai 2.600 kilometer. Idealnya, panjang trotoar layak di Jakarta juga sepanjang jalan itu.
Untuk membangun trotoar ideal, Rini mengatakan anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp 1,5 juta sampai Rp 5 juta per meter persegi.
Untuk tahun 2023 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merencanakan pembangunan trotoar dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI Jakarta sebesar Rp 171 miliar.
Hak Pejalan Kaki Di Trotoar Dirampas
Sayangnya, masih terdapat beberapa kasus di Jakarta dimana trotoar tidak digunakan oleh pejalan kaki baik karena alasan tidak layak atau karena dirampas secara semena-mena.
Masih ada beberapa ruas trotoar yang tidak memadai. Beberapa trotoar di Jakarta yang tidak memadai, terutama di kawasan yang kurang terawat atau rusak. Beberapa trotoar di Jakarta terlalu sempit, tidak rata sehingga berpotensi membahayakan pejalan kaki.Â
Atau, entah karena tidak matangnya perencanaan pembuatan trotoar, masih terdapat banyak penghalang seperti pohon, tiang listrik, dan sampah yang menghalangi akses pejalan kaki.Â
Ironisnya lagi ada beberapa jalan di Jakarta, pinggir jalan yang seharusnya peruntukannya untuk trotoar, malah dibangun taman. Seperti ada persaingan keindahan dengan fasilitas pejalan kaki, karena pemenangnya adalah keindahan, maka dengan terpaksa pejalan kaki harus berjalan di jalan raya bersaing dengan pengguna jalan lain (kendaraan bermotor).
Selain itu ada praktik-praktik preman yang merampas hak pejalan kaki menggunakan fasilitas trotoar dengan menggunakannya untuk lahan parkir: Beberapa trotoar di Jakarta digunakan sebagai tempat parkir kendaraan bermotor. Hal ini menyebabkan pejalan kaki tidak memiliki ruang yang cukup untuk berjalan di trotoar, dan mereka terpaksa menyingkir berjalan ke  jalan raya yang berbahaya.
Bahkan dalam kondisi-kondisi tertentu dalam keadaan macet parah di Jakarta, para pemotor dengan sewenang-wenang masuk ke trotoar menjajah hak-hak pejalan kaki. Dalam kondisi begini yang seharusnya trotoar aman bagi pejalan kaki, malah jadi berbahaya.
Modus perampasan hak pejalan kaki lainnya dilakukan oleh pedagang kaki lima untuk berjualan. Beberapa pedagang kaki lima seringkali memanfaatkan trotoar sebagai tempat berjualan, sehingga trotoar tidak dapat digunakan oleh pejalan kaki. Kebijakan pemerintah dalam menertibkan pedagang kaki lima masih belum jelas dan tegas, sehingga trotoar masih menjadi tempat berjualan.
Pada bulan puasa menjelang hari raya Idul Fitri seperti saat ini dengan mudah kita melihat praktik-praktik pedagang kaki lima mengokupasi trotoar berjualan, misalnya di daerah Tanah Abang Jakarta, banyak pedagang kaki lima dengan leluasa berjualan kebutuhan Lebaran seperti pakaian. Dengan leluasanya mereka berteriak dari trotoar mengajak konsumen yang berseliweran untuk membeli. "Beli, beli tangan pendek lima puluh ribu, tangan panjang "pancilok"."
Setahun yang lalu sebagai contoh Petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Selatan menertibkan lapak pedagang sekaligus parkir liar kendaraan bermotor yang berada di atas trotoar kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Penertiban ini dilakukan setelah keluhan warga disabilitas yang tidak dapat memanfaatkan trotoar viral di media sosial. Penertiban dilakukan pada Jumat (22/4/2022) malam. Sebanyak enam unit mobil ditertibkan karena parkir di atas trotoar kawasan Tebet. Sementara lima lapak pedagang dibubarkan dan dilarang berjualan kembali di atas trotoar tersebut.
Penegakan hukum mengembalikan hak-hak pejalan kaki ini sangat sporadis, bahkan kadang-kadang setelah viral di media sosial baru ada tindakan.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan koordinasi dan tindakan yang efektif antara pemerintah dan masyarakat untuk memperbaiki kondisi trotoar, menertibkan pedagang kaki lima, dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya menggunakan trotoar sebagai sarana transportasi yang aman dan nyaman bagi pejalan kaki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H