Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Potensi Ancaman Hukum dalam Relasi Hubungan Asmara

11 April 2023   17:09 Diperbarui: 11 April 2023   23:16 1161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Potensi Ancaman Hukum Dalam Relasi Hubungan Asmara Sugar Daddy Dengan Sugar Baby

oleh Handra Deddy Hasan

Sosok sugar daddy atau bahasa anak muda sekarang yang lebih populer disebut gadun sedang hits dikalangan anak milenial, karena dengan enteng mengeluarkan uang banyak dalam membina hubungan dengan gadis yang pantas jadi anak, bahkan sepantaran cucunya. 

Sebetulnya fenomena ini bukan monopoli kaum adam, kaum hawa sebagai sugar mommy tidak mau ketinggalan menggaet anak-anak remaja, tapi tidak begitu menonjol dikarenakan kaum hawa lebih bisa menahan diri untuk tidak show off dan lagi berdasarkan prosentase memang lebih sedikit dibandingkan kaum adam melakoninya.

Relasi asmara antara sugar daddy/sugar mommy dengan sugar baby adalah sebuah hubungan yang didasarkan pada kesepakatan antara seorang pria/wanita yang lebih tua dan memiliki kekayaan yang cukup dengan seorang wanita/pria yang lebih muda dan biasanya membutuhkan dukungan finansial. 

Sugar daddy/sugar mommy biasanya memberikan uang atau hadiah kepada sugar baby dalam pertukaran atas waktu yang dihabiskan bersama atau layanan tertentu yang diberikan oleh sugar baby. 

Hubungan ini dapat menjadi konsensual dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak, tetapi juga dapat menjadi kontroversial dan dianggap sebagai bentuk prostitusi.

Dalam bahasa anak mudanya sugar baby yang perempuan diistilahkan ani-ani sedangkan sugar baby laki-laki dijuluki berondong. Fenomena hubungan seperti ini bukan hal yang baru, dulu pada tahun 70an namanya Om Senang untuk laki-laki dan Tante Girang untuk wanita, yang banyak menjadi inspirasi bahan cerita novel-novel pada masa itu.

Mengapa kita sebut hubungan sugar daddy/mommy dengan sugar babynya adalah hubungan konsensual.

Hubungan relasi asmara antara kedua sugar ini dapat dikatakan hubungan konsensual/kesepakatan karena bertemunya keinginan/kebutuhan yang selaras, saling membutuhkan.


Bagi sugar daddy/mommy ada kebutuhan-kebutuhan yang perlu dipenuhi, antara lain ;

1. Keinginan untuk merasa dihargai dan diinginkan:

Beberapa sugar daddy/mommy mungkin merasa tidak dihargai atau diabaikan oleh pasangan mereka atau oleh masyarakat secara umum. Oleh karena itu, mereka mencari kepuasan dan pengakuan melalui hubungan dengan sugar baby.

2. Kebutuhan untuk menunjukkan status sosial:

Dalam lingkungan tertentu ada semacam tradisi dan kepercayaan yang membuat orang merasa perlu menunjukkan kekayaan dan status sosial mereka melalui hubungan dengan sugar baby.

3. Keinginan untuk memiliki pasangan yang lebih muda:

Oleh karena sugar daddy/mommy yang sudah manusia lanjut usia (manula) maka mereka lebih  tertarik pada wanita/pria yang lebih muda. Usia muda memrepresentasikan kebugaran dan keindahan fisik yang menarik, sebaliknya para manula yang sudah layu dan jompo berusaha menemukan hal yang hilang dari kemudaannya.

4. Kebutuhan untuk memperoleh pengalaman seksual yang lebih baik:

Beberapa manula yang merasa sehat mungkin mencari pengalaman seksual yang lebih memuaskan melalui hubungan dengan sugar baby.

Sementara para sugar baby, baik ani-ani maupun berondong membutuhkan yang dimiliki oleh para sugar daddy/mommy diantaranya ;

1. Kebutuhan finansial:

Beberapa anak muda mungkin membutuhkan uang untuk membiayai pendidikan, tagihan, untuk hang out dengan teman sebaya, mengikuti fashion atau kebutuhan hidup lainnya. Menjadi sugar baby dapat memberikan sumber penghasilan yang stabil dan cukup besar.

2. Kesempatan untuk mendapatkan pengalaman hidup yang lebih baik:

Para ani-ani atau berondong mungkin ingin menjelajahi kehidupan mewah dan merasakan hal-hal yang tidak dapat mereka nikmati dalam lingkunganya. Sebagai sugar baby, mereka dapat memiliki akses ke tempat-tempat eksklusif, acara, dan pengalaman hidup mewah lainnya, ikut ke dalam lingkungan sugar daddy/mommynya.

3. Keinginan untuk menemukan mentor:

Beberapa anak muda kehilangan arah karena kedua orang tua yang sibuk atau keluarga yang broken home berusaha mencari mentor atau seseorang yang dapat membimbing mereka dalam karir atau kehidupan secara umum. Sebagai sugar baby, mereka dapat menemukan mentor yang mampu memberikan saran dan dukungan yang tidak mereka dapatkan di rumah.

4. Kebutuhan untuk merasa diinginkan:

Sebagaimana kita ketahui jiwa muda yang bergejolak selalu mencari perhatian dan perasaan diinginkan, terutama jika mereka merasa tidak dihargai dirumah/disekolah atau di lingkungan kehidupannya. Pasangan yang lebih mature dan penuh perhatian menjadi tempat berlabuh yang ideal dari jiwa yang resah ini.

Dengan selaras dan bertemunya keinginan-keinginan baik dari pihak sugar daddy/mommy maupun dari pihak sugar baby membuat hubungan mereka terjadi tanpa paksaan alias berdasarkan suka sama suka (konsensual).

Walaupun hubungan antara sugar daddy/mommy dengan sugar baby merupakan hubungan suka sama suka, menjadi sugar baby bukanlah pilihan yang tepat atau sehat dalam jangka panjang. Hubungan seperti ini sering kali tidak seimbang dan dapat menimbulkan masalah kepercayaan dan harga diri pada akhirnya. Begitu juga bagi sugar daddy/mommy selain hubungan ini bukanlah hubungan yang sehat dan ideal, juga mempunyai potensi masalah hukum.

Ancaman Hukum Dibalik Hubungan Konsensual Antara Sugar Daddy/Mommy Dengan Sugar Baby.

1. Ancaman hukum berhubungan seksual dengan anak dibawah umur.

Berhubungan seksual dengan anak di bawah umur dianggap sebagai tindakan illegal di hampir semua negara di dunia. Konsekuensi hukum yang serius dapat terjadi bagi pelaku kejahatan ini, termasuk tuntutan pidana, penahanan, denda, dan pencatatan dalam daftar kejahatan seksual.

Di Indonesia, berhubungan seksual dengan anak di bawah umur dianggap sebagai tindakan kejahatan yang serius dan diancam dengan hukuman pidana. Beberapa aturan yang mengatur masalah ini antara lain:

Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang melarang segala bentuk tindakan kekerasan dan perlakuan yang merugikan terhadap anak, termasuk tindakan seksual.

KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Pasal 292 tentang persetubuhan dengan anak di bawah umur, yang mengatur bahwa seseorang yang melakukan persetubuhan dengan anak di bawah umur, yaitu di bawah 18 tahun, dapat dikenakan hukuman pidana penjara paling lama hingga 15 tahun.

Selain hukuman pidana, pelaku kejahatan seksual terhadap anak juga dapat diwajibkan untuk membayar denda dan/atau dijatuhi hukuman tambahan seperti rehabilitasi atau pengawasan setelah bebas dari penjara.

2. Pemalsuan Status Dan/Atau Pemalsuan Dokumen.

Kemudian apabila ada keinginan agar hubungan kelihatan formal dan ingin mengelabui tindak pidana di atas dengan melakukan perkawinan siri misalnya tetap akan bisa dijerat dengan hukum. Menghindari perkawinan yang sah dengan melakukan perkawinan siri secara sembunyi-sembunyi bisa dipastikan ada pemalsuan terhadap akta perkawinan, bisa dengan memalsukan status atau memalsukan perizinan

Suami yang melangsungkan pernikahan lagi tanpa izin pengadilan dapat dijerat sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 279 ayat (1) angka 1 KUHP yang berbunyi:

Barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu.

Ancaman hukumannya adalah pidana penjara maksimal 5 tahun dan jika menyembunyikannya dari pihak lain diancam pidana maksimal 7 tahun.

Hal ini dipertegas dengan Lampiran SEMA 4/2016  bahwa perkawinan yang dilangsungkan oleh seorang suami dengan perempuan lain tanpa mendapatkan izin istri untuk melangsungkan perkawinan lagi, maka Pasal 279 KUHP dapat diterapkan.

Kemudian, terhadap pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh suami demi menikah lagi, dapat dikenakan sanksi pidana yang diatur dalam ;

a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),

Memalsukan dokumen dan menggunakannya juga diancam pidana berdasarkan Pasal 263 KUHP yaitu pidana penjara paling lama 6 tahun.

b. Undang-undang (UU) No. 24 Tahun 2013 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk)

Dalam UU Adminduk, setiap orang yang memalsukan dokumen atau mempunyai KTP lebih dari satu/menjadi kepala keluarga lebih dari satu KK, maka dapat dikenai sanksi pidana.

Pasal 93
Setiap Penduduk yang dengan sengaja memalsukan surat dan/atau dokumen kepada Instansi Pelaksana dalam melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 97
Setiap Penduduk yang dengan sengaja mendaftarkan diri sebagai kepala keluarga atau anggota keluarga lebih dari satu KK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) atau untuk memiliki KTP lebih dari satu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (6) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

c. Undang-undang (UU) Nomor 27 Tahun 2022
Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).

Selain itu, memalsukan data pribadi pada KTP adalah tindakan yang dilarang dalam UU PDP sebagaimana tertuang di dalam Pasal 66 UU PDP yang berbunyi:

Setiap Orang dilarang membuat Data Pribadi palsu atau memalsukan Data Pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain.

Tindakan membuat data pribadi palsu atau memalsukan data pribadi tersebut diancam pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp6 miliar.

3. Tindak Pidana Zina.

Selain itu, masih ada ancaman pidana lain yaitu ketentuan mengenai zina yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 284.

Tindak pidana zina dikenal sebagai delik aduan dimana perbuatan zina  hanya dapat dijerat pidana jika dilaporkan oleh pihak yang merasa dirugikan atau pihak yang berkepentingan. Dalam hal ini, pihak yang merasa dirugikan dapat berupa suami atau istri yang dikhianati oleh pasangan, atau keluarga dari pasangan yang merasa kehormatan mereka telah tercemar oleh tindakan zina tersebut.

Dalam sistem hukum pidana Indonesia, zina delik aduan diatur dalam Pasal 284 KUHP. Jadi, jika terdapat pasangan yang melakukan hubungan badan di luar nikah, pihak yang merasa dirugikan harus membuat laporan kepada pihak berwajib agar tindakan tersebut dapat dijadikan sebagai dasar hukum untuk menjerat pelaku.

Pasal 284 KUHP menyatakan bahwa "Barang siapa melakukan hubungan badan dengan orang yang bukan sah menjadi suaminya atau isterinya, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan."

4. Tindak pidana kumpul kebo.

Sebetulnya masih ada lagi potensi ancaman yang tercantum dalam KUHP baru yaitu Undang-Undang No 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pasal 412 yang melarang hidup bersama atau yang populer sebagai pasangan kumpul kebo dapat dihukum pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda maksimal dengan denda katagori II. Namun Undang-Undang ini belum bisa diterapkan karena baru nanti akan berlaku yaitu terhitung sejak 2 Januari 2026, karena aturan berlakunya yaitu 3 tahun sejak diundangkannya pada tanggal 2 Januari 2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun