Contohnya ada praktek "tying" yang merupakan bentuk pemasaran mengikat konsumen pada waktu membeli barang dengan keharusan untuk sekaligus terikat untuk menggunakan jasa deliverynya. Pada waktu semasih Tokopedia setiap pembeli di lokapasar [market place] tersebut bebas untuk menentukan pilihan mnggunanakan jasa deliverynya. Akan tetapi apabila telah berubah menjadi GoTo apakah tetap seperti itu atau ada keharusan menggunakan GoTo [tied pruduct]. Apabila memang terjadi "tying" setelah adanya entitas GoTo dapat dikatakan bahwa peleburan Gojek dan Tokopedia telah menciptakan Praktek Monopoli.
Itu merupakan ilustrasi konkrit yang menggambarkan penilaian Komisi dari salah satu sisi yaitu parameter hambatan masuk pasar.
Hasil penilaian yang disampaikan oleh Komisi nantinya untuk GoTo harus dipenuhi, bahkan Komisi dapat membatalkan peleburan yang telah dilakukan oleh Gojek dan Tokopedia ditambah dengan sanksi pokok berupa denda minimal Rp 25 miliar atau maksimal Rp 100 miliar [Pasal 47, Pasal 48 UU Monopoli juncto Pasal 9 ayat 4 PP Monopoli]. Â Â
Selain itu ada lagi sanksi pidana tambahan yang cukup berat adalah dengan adanya sanksi pencabutan izin usaha, penghentian kegiatan dll [Pasal 49 UU Monopoli.
Mengingat bahwa sanksi atas praktek monopoli tidak main-main, alangkah bijaksana Gojek dan Tokopedia perhatian atas issue hukum yang mendasari peleburannya menjadi GoTo. Salah satu caranya adalah jangan menggunakan metode pelaporan kepada Komisi setelah terjadinya peleburan, tapi sebaiknya menggunakan sarana konsultasi dengan Komisi pada waktu rencana peleburan.
Pasal 10 PP Monopoli memungkinkan bagi Gojek dan Tokopedia untuk melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan Komisi sebelum peleburan dilakukan. Dengan adanya konsultasi ini Komisi dapat memberikan saran dan bimbingan agar peleburan Gojek dan Tokopedia terjadi tanpa adanya potensi praktek monopoli.
Mari kita berharap peleburan Gojek dan Tokopedia menjadi GoTo merupakan aksi korporasi perusahaan lokal yang membanggakan, sekaligus aman dari praktek monopoli yang akan merugikan rakyat banyak. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H