Kepastian jenis kelamin untuk indentifikasi diri merupakan informasi yang tegas tanpa ragu. Dalam setiap pengisian formulir untuk indentifikasi diri sebagai subyek hukum dituntut tanpa keraguan apakah seseorang pria atau wanita. Tidak ada ruang yang ditengah-tengah yang kabur diantara batas pria dan wanita, semua serba penuh kepastian.
Tetapi dalam kenyataannya ditemukan pada beberapa orang-orang tertentu berada dalam wilayah abu-abu tersebut. Bisa saja wujud pisiknya pria tapi ternyata didalamnya terperangkap sosok wanita didalamnya, begitu juga sebaliknya.
Bagi seseorang yang bisa memastikan gender yang dipunyainya tidak ada pertentangan batin pada waktu ditanyakan siapa dirinya apakah wanita atau pria.
Alangkah menderitanya seseorang yang tidak mempunyai kepastian gender dan tidak bisa memutuskan apakah sebetulnya ia pria atau wanita.
Tidak terbayangkan penderitaan psikologis yang berasal dari kecamuk batinnya sendiri dan penderitaan yang berasal dari kecurigaan lingkungan sosialnya. Bagi yang tidak kuat bisa jadi akan mengambil jalan pintas melakukan aksi bunuh diri.
Penderitaan demikian dialami oleh Aprilia Santini Manganang selama 28 tahun lamanya. Masyarakat mengindentifikasi dirinya sebagai wanita, tapi sebenarnya didalamnya terperangkap pria yang perkasa.
Aprilia telah menyandang ke mana-mana selama 28 tahun status wanita dan diperlakukan sebagai wanita. Statusnya sebagai atlet bola volley nasional dikenal luas dalam katagori atlet wanita, padahal di dalamnya tersembunyi laki2 sejati.
Hipospadia
Dunia medis telah bisa mengungkap fenomena kelainan gender dimana ada beberapa orang yang statusnya wanita tapi sejatinya seorang laki-laki yang mengalami "hipospadia".
Hispospadia sebenarnya adalah kelainan alat kelamin laki-laki yang cukup mudah ditemukan.
Dilansir dari Liputan 6.com, Centers Desease Control and Prevention (CDCP) secara global dan di Amerika Serikat, kasus ini ditemukan satu diantara 250-300 kelahiran hidup meski dengan tingkat kerumitan yang beragam.