Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hukum Rimba di Belantara Jalanan

8 Maret 2021   19:42 Diperbarui: 8 Maret 2021   22:59 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semuanya tidak akan terjadi apabila ketentuan2 hukum sebagaimana yang diatur dalam Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU Lalu Lintas) ditegakkan secara konsekwen dan konsisten.

Berdasarkan Pasal 134 UU Lalu Lintas hanya beberapa pengguna jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan, diantaranya adalah mobil pemadam kebakaran, ambulans, kendaraan pimpinan Lembaga Negara, dst tetapi tidak termasuk plat nomor2 sakti seperti nomor polisi TNI, Polisi, plat akhir RF, dll. Hal ini pun hanya sekedar prioritas untuk didahulukan bukan diperbolehkan melanggar ketentuan UU Lalu Lintas.

Seharusnya kendaraan plat nomor TNI, Polisi, plat nomor akhiran RF dll, serta plat nomor hitam yang menggunakan lampu flash biru dan memakai sirine tidak mempunyai hak sama sekali sebagai kendaraan yang mempunyai prioritas untuk didahulukan di jalan raya. Apalagi untuk punya hak untuk melanggar ketentuan UU Lalu Lintas.

Makanya bagi pemalsu2 plat nomor kendaraan dan yang memakai lampu flash biru dan sirene seharusnya paham tentang Pasal 134 UU Lalu Lintas. Alih2 punya prioritas malah dengan memalsukan plat nomor kendaraan akan berakibat terlanggarnya Pasal 68 huruf 4 UU Lalu Lintas.

Begitu juga yang merasa jumawa dan gagah karena bisa menyingkirkan pengendara lain pada waktu macet karena memakai lampu flash biru dan sirine padahal tidak berhak, seharusnya sadar telah melanggar ketentuan Pasal 59 huruf 5a UU Lalu Lintas.

Banyaknya perkumpulan kendaraan bermotor yang merasa sangat berkuasa dan perkasa pada waktu melakukan konvoi dan pengawalan iring2an jenazah yang tidak sesuai ketentuan telah melanggar ketentuan UU Lalu Lintas. Berdasarkan Pasal 7 ayat 2e juncto Pasal 12e yang berhak untuk melakukan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli lalu lintas hanya Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Jadi tidak ada yang punya hak dalam pengaturan dan pengawalan dalam iring2an konvoi kecuali oleh Polri, apalagi tidak ada hak sama sekali melakukan hukuman pemukulan kepada pengendara lain apabila tidak mematuhi aturan gerombolan ilegal jalanan. Perbuatan menganiaya pengendara lain akan terjerat dengan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 351 KUHPidana.

Law As A Tool Of Sosial Engginering

UU Lalu Lintas telah diundangkan di Jakarta sejak tanggal 22 Juni 2009 dan berlaku sejak diundangkan. Berarti kurang lebih UU Lalu Lintas telah berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia dan siapapun yang berada dalam yuridiksi Indonesia selama 12 tahun. Rentang waktu selama 12 tahun rasanya sudah cukup panjang untuk sosialisasi dan pemahaman terhadap UU Lalu Lintas.

Kenapa ternyata di lapangan, di jalan raya UU Lalu Lintas tidak berdaya malah yang berlaku hukum rimba seperti kita berada di belantara hutan yang tidak ada hukumnya.

Mengapa  teori hukum "law as a tool of sosial engginering" yang digaungkan oleh pemikir hukum dunia  Roscou Pound tidak mangkus?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun