Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menghambat Hakim Nakal Meringankan Hukuman Koruptor

21 Januari 2021   21:20 Diperbarui: 21 Januari 2021   21:34 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: glamour.com)

 Contoh terdakwa yang terbukti melakukan parameter "kerugian negara" paling berat dan parameter "kesalahan", "dampak" serta "keuntungan" yang tinggi, berdasarkan tabel dapat dihukum dipenjara 16 - 20 tahun/seumur hidup dan denda dari Rp800jt sampai Rp 1 Miliar.

Terdakwa yang terbukti masuk dalam parameter "kerugian negara" paling ringan ditambah parameter "kesalahan", "dampak" dan "keuntungan" ringan akan dihukum dengan penjara 1- 2 tahun dan denda Rp 50 juta sampai Rp100juta (matriks hukuman yang paling ringan hanya untuk Pasal 3 UU Korupsi).

Range/rentang matriks penjatuhan pidana berdasarkan Perma No 1/2020 terbagi dari yang paling berat sampai yang paling ringan terbagi dalam 9 katagori.
Khusus untuk kerugian keuangan negara dibawah Rp50 juta, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana denda (Pasal 16 Perma no 1/2020).

Setelah hakim mendapatkan jumlah dan jenis hukuman yang sesuai dalam katagori matriks, selanjutnya hakim akan mendapat kesimpulan putusan final setelah mempertimbangkan keadaan yang memberatkan dan meringankan. Kriteria hal2 yang memberatkan dan meringankan diberikan narasi yang terukur oleh Perma no 1/2020. Misal terdakwa dengan pertimbangan memberatkan antara lain terdakwa merupakan residivis (pengulangan kejahatan) sedangkan yang meringankan terdakwa antara lain memberi keterangan tidak berbelit2 di persidangan.

Semua inventarisir bukti2 dan penjelasan parameter dengan segala katagori dan matriks harus masuk dalam pertimbangan keputusan hakim yang mengadili perkara korupsi yang didasari kepada Pasal 2 dan Pasal 3 UU Korupsi.

Adanya panduan bagi hakim berdasarkan Perma No 1/2020 untuk menyusun pertimbangan hukum dan menjatuhkan hukuman diharapkan akan tercipta putusan yang memenuhi standar kualitas yang transparan, akuntabel, yang akan diharapkan menciptakan rasa keadilan dan kepastian hukum.

Bagi hakim yang masih "mbeling" tidak mau mematuhi Perma no 1/2020 dan masih berusaha untuk mencari celah meringankan hukuman terdakwa koruptor, sudah selayaknya diberikan sanksi baik oleh Mahkamah Agung dan atau Komisi Yudisial.

Hukuman berdasarkan eksaminasi putusan bagi hakim yang tidak patuh kepada aturan Perma No 1/2020 tidak bisa diartikan sebagai intervensi atas kemandirian hakim, karena hakim tersebut telah memutuskan perkara tanpa mempedomani hukum yang berlaku.

Perma No 1/2020 masih merupakan aturan baru bagi hakim2 yang mengadili perkara korupsi yang berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Korupsi. Apakah Perma cukup efektif untuk mengeliminir praktek2 mafia peradilan untuk mengurangi hukuman penjara bagi terdakwa koruptor? Hanya waktulah yang bisa menjawabnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun