Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Modus Para Koruptor untuk Mendapat Hukuman Ringan

11 Oktober 2020   15:48 Diperbarui: 13 Oktober 2020   10:58 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan Pasal 263 Kitab Undang Hukum Acara Pidana Undang2 Nomor 8 tahun 1981 (KUHAP), terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan tetap dapat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kepada Mahkamah Agung (MA). Bahkan lebih dahsyat lagi PK yang semula hanya boleh dilakukan sekali dapat diajukan berkali2. 

Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan uji materi (judicial review) yang diajukan oleh Antasari Azhar terhadap Pasal 263 (3) KUHAP. Ketua Majelis Hakim MK Hamdan Zoelva mengabulkan gugatan Antasari, karena ketentuan PK, hanya sekali bertentangan dengan UUD 1945. Pihak pencari keadilan tidak bisa dibatasi dengan waktu, kepastian hukum harus mengalah apabila dihadapkan dengan upaya pencarian keadilan.

Bagaimana kondisi penggunaan PK oleh para terpidana saat ini?


Menurut data Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) yang diolah dari laporan tahunan MA, ada kecendrungan meningkatnya pengajuan PK oleh para Koruptor ke MA. Tahun 2017 ada 188 PK, tahun 2018 ada 208 PK, tahun 2019 ada 235 PK (Kompas 20 September 2020). 

Apakah kecendrungan PK perkara korupsi menunjukkan pencarian keadilan seperti kasus Sengkon dan Karta yang terabaikan oleh Pengadilan tingkat bawah ? Atau apakah ini hanya sekedar modus para koruptor untuk meringankan hukuman yang diterimanya?

Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi, sejak 2019 hingga September 2020 ada 23 koruptor yang memperoleh keringanan hukuman melalui PK, belum termasuk yang ditangani Kejaksaan Agung dan Polri (Kompas 9 Oktober 2020).

Data diatas menunjukkan adanya hubungan yang selaras meningkatnya para koruptor mengajukan PK ke MA dengan hasil pengurangan hukuman.

Menurut analisa peneliti senior LeIP, Arsil, salah satu penyebab meningkatnya permohonan PK adalah karena Hakim Agung Artidjo Alkostar pensiun. Saat Artidjo masih menjabat, banyak hukuman koruptor diperberat ditingkat kasasi dan PK. Setelah Artidjo turun, muncul banyak PK, terutama masalah  Korupsi (Kompas 26 September 2020).

Meningkatnya pengajuan PK perkara Korupsi tahun demi tahun, sejak Hakim Agung Artidjo pensiun dan kecendrungan putusan PK meringankan hukuman koruptor menarik untuk disimak.

Alasan Untuk Mengajukan PK

Menurut Pasal 263 (2) KUHAP, PK dapat diajukan atas 3 alasan.
a. Terdapat keadaan baru, yang apabila muncul pada waktu sidang berlangsung bisa membuat putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan atau tuntutan jaksa tidak dapat diterima atau hukuman lebih ringan. Keadaan yang baru ditemukan itu dikenal dengan "novum".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun