- (Foto: https://www.gesuri.id/)
Setamat kuliah para wisudawan/wati, mulai memasuki gerbang dunia nyata, yaitu dunia untuk berdiri sendiri secara finansial. Tahap masa belajar sudah usai, tidak ada alasan lagi untuk bergantung kepada orang tua untuk membiayai hidup sehari2. Selama masa study dengan alasan fokus dan konsentrasi belajar biasanya banyak orang tua dan anak sepakat masalah pembiayaan menjadi beban orang tua. Selesai study adalah moment untuk mencari pekerjaan agar bisa mandiri secara finansial dan sudah masanya menjadi dewasa.
Upaya mencari pekerjaan merupakan upaya manusia untuk menjemput rezeki yang dijanjikan Tuhan. Jangan pernah salahkan Tuhan ingkar janji, sebelum melakukan upaya2 yang diperlukan untuk mendapatkan rezeki. Rezeki tidak akan datang tiba2 dihadapkan oleh Tuhan tanpa usaha terlebih dahulu dari manusia, bukan begitu cara kerjanya memperoleh rezeki.
Ada beberapa faktor yang mendasari orang mencari pekerjaan. Rekaman genetika dalam sel tubuh manusia termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi manusia mencari pekerjaan. Adanya catatan yang tidak kelihatan secara nyata dalam rekaman genetik kadang2 tampil dominan menggerakkan seseorang memilih suatu pekerjaan. Ada beberapa suku tertentu di Indonesia yang memahami dan percaya bahwa menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah satu2nya pekerjaan yang mulia yang harus digapai. Apapun alasan yang mematahkan bahwa PNS bukanlah satu2 pekerjaan yang layak untuk menghabiskan kehidupan, tidak akan diterima. Anak2 yang lahir, hidup dilingkungan ini akan memakai kaca mata kuda untuk mengejar mati2an agar bisa bekerja sebagai PNS.
Faktor Pendidikan
Faktor latar belakang pendidikan juga menentukan untuk memperoleh pekerjaan. Malah untuk pendidikan yang khas dan unik akan menentukan jalur pekerjaan setelah selesai menjalani masa study. Jalur pendidikan medis kedokteran misalnya, sudah bisa dipastikan akan memilih profesi dokter sebagai pekerjaannya. Begitu juga pendidikan teknik akan mengarahkan menjadi Insinyur sebagai pekerjaan yang akan digeluti nantinya.
Bagi yang memilih bidang study yang agak longgar dan umum konsentrasi keilmuannya lebih terbuka untuk memilih bidang pekerjaannya apabila telah selesai pendidikannya. Misal yang memilih bidang hukum, seharusnya akan berurusan dengan pekerjaan yang khas sarat hukum, seperti menjadi Jaksa, Hakim, Pengacara atau bekerja di Biro2 Hukum perusahaan. Namun sarjana hukum juga banyak bekerja sebagai bankir, humas dan bidang kesektariatan serta bidang sumber daya manusia di perusahaan2
Â
Penerima2 kerja kadang2 dalam proses rekrutmen pegawai tidak mengelompokkan calon pekerja dalam sekat2 keilmuan yang kaku. Mereka mengelompokkan sesuai starata pendidikan (SLTA, Sarjana dll), hal ini beranjak dari pemikiran strata pendidikan yang menentukan cara berfikir, bukan bidang keilmuan.
Wiraswasta atau Pegawai.
 Ada lagi faktor lain yang menentukan seseorang memilih pekerjaan yaitu berdasarkan karakter kepribadian manusia. Apabila seseorang memilih pekerjaan bukan karena faktor genetika atau faktor pendidikan, maka dapat dipastikan penyebabnya faktor karakter dirinya. Karakter yang antara lain, suka tantangan, berani berapekulasi, passion dan senang dengan pekerjaan yang digelutinya, tidak suka terikat dll, akan memilih jalur wiraswasta/berusaha sendiri untuk bidang pekerjaannya. Beda dengan karakter yang antara lain konservatif, hati2, suka bermain aman, disiplin dll, biasanya akan memilih menjadi pegawai, baik PNS atau pegawai perusahaan/orang lain.  Pemisahan sifat2 karakter yang disebut diatas tidak mutlak adanya, bisa saja dalam penggolongan wiraswasta memiliki juga karakter yang dipunyai golongan pegawai, begitu juga sebaliknya. Maksud pembagian wiraswasta dengan pegawai untuk sekedar memformulasikan secara teori kenyataan profesi yang ada dalam masyarakat. Yang intinya adalah, ada orang yang bekerja sendiri, malah kadang mempekerjakan orang lain untuk dirinya dan ada orang yang bekerja untuk orang lain dengan menerima upah.
Mempertentangkan antara profesi wiraswasta dan pegawai.
Beberapa kalangan mempertentangkan pemilihan pekerjaan wiraswasta dan pegawai. Bagi pemuja enterpreneurship, mempunyai pandangan, menjadi pegawai bukan pemilihan yang cerdas dan simpatik untuk bekerja. Karena bekerja menjadi pegawai hanya akan menjadi orang suruhan dan budak orang lain dengan penghasilan terbatas.
Sebaliknya kaum birokrat tulen memandang saudagar atau wiraswasta adalah pekerjaan yang tidak mulia karena semata2 memburu uang. Kaum wiraswasta mereka juluki kaum kapitalis yang mempertuhankan uang. Kehidupan yang semata2 disandarkan kepada uang adalah kehidupan yang dangkal, kering dan tidak menyandang kemuliaan.
Apapun perdebatan yang mempertentangkan profesi wiraswasta dan pegawai sah2 saja, namanya orang berpendapat. Â Konsideran pihak yang bertikai bisa benar atau juga bisa salah. Penulis tidak akan terlibat lebih jauh dengan perdebatan ini. Penulis hanya akan mencoba menggambarkan keadaan senyatanya di lapangan dampak dari aturan pandemi covid-19 bagi wiraswasta dan pegawai.
Dampak aturan PSBB bagi PNS dan Wiraswasta.
Pemerintah telah mengamati bahwa Corona Virus Disease 2019 (covid-19) sudah meningkat dan meluas antara wilayah dan antar negara serta telah memiliki dampak pada kondisi politik, ekonomi, sosial, budaya, hankam dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sehingga berdasarkan Keppres nomor 11 tahun 2020 tanggal 31 Maret 2020 menetapkan Indonesia dalam kondisi kedaruratan kesehatan. Salah satu cara untuk mnanggulangi penyebaran pandemi covid-19, daerah diberi kewenangan untuk mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Apa dampaknya aturan Keadaan Darurat Kesehatan dan PSBB bagi pegawai khususnya PNS. Misal kita ambil 2 contoh PNS penerima 5 gaji terbesar, yaitu PNS Dirjend Pajak dan PNS Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Bagi PNS Dirjend Pajak dan PNS DKI Jakarta aturan PSBB akan berdampak terjadi perubahan pola kerja. Dari yang semula bekerja teratur setiap hari harus hadir di kantor dalam hitungan jam tertentu berubah menjadi bekerja dari rumah (work from home), bekerja dengan waktu shift, atau perubahan jam kerja. Sedangkan kesejahteraan dan gaji tidak terganggu sama sekali. Sebagai catatan berdasarkan Perpres No 37 tahun 2015 tunjangan terendah pegawai Dirjend Pajak Rp 5.361.800,-/bulan (level pelaksana), sedangkan tertinggi pejabat struktural eselon I, menerima Rp 99.720.000,-/bulan. Sedangkan PNS DKI, sebagai contoh lulusan IPDN yang diangkat gol PNS III A total gaji yang akan diterima Rp 19.949.000.-. Adanya darurat kesehatan dengan PSBB nya hanya berdampak kepada pola kerja saja, Â sedangkan kesejahteraan dan gaji aman karena dibayar dengan APBN atau APBD yang telah dianggarkan dan akan cair setiap bulan pada waktu yang telah ditetapkan. Hal ini betul2 sesuai dengan harapan pada waktu melamar jadi PNS, secure, terukur dan pasti.
Dampak bagi yang memilih pekerjaan wiraswasta sangat berbeda, walau mereka terkenal mempunyai karakter kreatif, lentur terhadap perubahan atau berani menerima tantangan. Ternyata menghadapi perubahan aturan PSBB, banyak yang mengalami nasib tragis.
Kisah2 perjuangan sedih mereka sekarang banyak disorot media, seperti seorang pengusaha travel di Bandung yang biasanya punya omzet ratusan juta, sekarang jualan jus botol di pinggiran jalan dekat emperan tempat usaha travel bironya. Kalau ditanya hasil omset jualan jus nya sangat tidak sebanding dengan bisnis sebelumnya, namun tetap dilakukan agar ada kegiatan bersama karyawannya dan sekaligus untuk menjaga kewarasan otaknya.
Berita2 dari media elektronik dan media sosial tiap hari menyuguhkan penggerebekan tempat usaha para wirausaha  oleh aparat karena melanggar ketentuan PSBB.
Para wirausahawan memeras otak, berusaha keras untuk sekedar bertahan menghadapi gempuran pandemi covid-19 berikut aturan2 yang mengikutinya.
Sementara ada isu tidak sedap bahwa razia yang dilakukan aparat bukan sekedar menegakkan aturan PSBB, tapi kadang2 merupakan akal bulus untuk memeras dan mengancam para wiraswasta yang membuka usahanya.
Contoh lain bisnis restoran di DKI, bisnis tempat berkumpulnya enterpreuner sejati nan tangguh. Menurut Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran, Bidang Restoran, Emil Arifin kondisi bisnis Restoran hampir innalillahi, untuk menggambarkan sudah nyaris bangkrut. Perpanjangan PSBB DKI hingga 11 Oktober 2020 telah membikin ambruk bisnis restoran. Pemutusan Hubungan Kerja tidak bisa lagi dihindari, pegawai tenaga lepas diperkirakan langsung berhenti sebanyak 200.000 orang dari restoran yang ada di Mall2. Kebijakan PSBB menutup Mall dan atau restoran hanya boleh jualan take away (tidak makan di tempat) memukul bisnis restoran di Mall. Aturan tidak boleh "dine in" juga berlaku untuk seluruh restoran yang diperkirakan ada 4.000 restoran independen diluar restoran mall dan restoran hotel di Jakarta.
Dampak keadaan darurat dan ketentuan PSBB bukan hanya sekedar merubah cara kerja para wiraswasta tapi juga menyengsarakan mereka. Para wirausaha harus memutar otaknya lebih kreatif, lebih sabar dan agar tidak putus asa. Banyak yang sudah bangkrut dan masih ada juga yang berupaya untuk memohon kebijakan agar diperbolehkan "dine in" (makan ditempat) dengan persyaratan protokol yang ketat. Sesuai karakteristik wiraswasta yang tidak kenal menyerah, mereka tetap mencari celah agar tetap bisa eksis. Sifat2 karakter positip para wirausawan yang disebut2 selama ini sedang diuji oleh kondisi pandemi covid-19. Apakah memang benar adanya sifat2 tersebut melekat didalam diri seorang wirausahawan atau hanya sekedar jargon yang melekat di bibir saja.
Gimana Bro dan Sis, mau milih wiraswasta atau PNS saja?
Bagi yang memutuskan akan jadi PNS harus siap2 karena jatahnya langka dan terbatas. Data yang disampaikan oleh Badan Kepegawaian Negara jumlah yang mendaftar untuk CPNS tahun anggaran 2019 mencapai 5.056.585 orang untuk formasi 196.682 yang tersedia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H