Setelah istri dan pihak keluarga istri menunggu dan ternyata sang suami belum juga pulang, maka dianggap mereka telah bercerai. Alat komunikasi yang belum secanggih sekarang juga memperburuk situasi.
Pesawat telpon hanya dimiliki orang-orang yang punya jabatan tertentu atau orang-orang yang super kaya. Jangan dibayangkan seperti saat ini di mana komunikasi sangat mudah dilakukan dengan video call atau mengirim messenger melalui whatsup atau komunikasi apapun yang menggunakan internet.
Walaupun KUHPerdata (Burgelijk Wetboek) pada waktu itu telah berlaku di Indonesia berdasarkan azaz konkordansi sejak 1 Januari 1848, namun tidak diperuntukkan bagi Soekarno dan Inggit Ganarsih yang pribumi. Burgelijk Wetboek berlaku dan mengikat bagi golongan Eropah dan Timur Asing.
Jadi membuat akta cerai oleh Soekarno dan Inggit Garnasih dengan bentuk tertulis di atas kertas bersegel merupakan langkah hukum yang sangat maju melampaui zamannya.
Soekarno Sadar Hukum Atas Kewajiban Sebagai Eks Suami.
Tingginya kesadaran dan pengetahuan hukum Soekarno dan Inggit Ganarsih melampaui zamannya tidak hanya terlihat dari format surat cerai yang tertulis, juga terlihat jelas dari konten surat cerai.
Butir 3 Surat Cerai Soekarno sebagai eks suami dengan kesadaran bertanggung jawab atas biaya hidup (living cost) seumur hidup Inggit Ganarsih sebesar 75 rupiah sebulan.
Materi ini selaras dengan Pasal 47 (3) UU Perkawinan yang berbunyi bahwa Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.
Dahsyatnya lagi Soekarno menunjukkan teladan yang tiada duanya sebagai bekas suami. Semua kewajiban-kewajiban Pasal 43 (3) UU Perkawinan yang dapat dibebankan oleh Pengadilan disebutkan dalam surat cerai tertulis tersebut.
Inggit Ganarsih tidak hanya menerima santunan biaya hidup, juga akan dibelikan rumah dengan pekarangannya serta dengan perabotnya (furnished) di kota Bandung.
Sedangkan detil lokasi rumah, bentuk, kualitas diserahkan kepada petunjuk dan pertimbangan orang-orang bijak yang tidak kalah hebat (para founding fathers) yaitu Muhamad Hatta, Ki Hajar Dewantara dan Kiai H Mas Mansoer.Â