Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pengusutan Kasus Jaksa Pinangki oleh Kejaksaan: Ibarat Jeruk Makan Jeruk?

3 September 2020   10:32 Diperbarui: 3 September 2020   14:54 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinangki Sirna Malasari (Foto: Instagram/pinangkit)

Ternyata dugaan MAKI tentang perjalanan Pinangki bersama Anita ke Malaysia menemui Djoko Tjandra benar adanya. Jadi photo yang beredar selama ini yang menujukkan Pinangki dan Joko terkonfirmasi diambil di Malaysia. Hasil penyelidikan sendiri oleh Kejagung Pinangki telah melakukan pelanggaraan disiplin karena ke luar negeri sebanyak 9 kali selama tahun 2019 tanpa ijin tertulis, kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setijono tanggal 29 Juli 2020. Akibatnya Pinangki mendapat hukuman disiplin berupa pembebasan dari jabatan struktural (non job) berdasarkan Surat Keputusan Wakil Jaksa Agung No KEP-4-041/B/WJA/07/2020 tanggal 29 Juli 2020.

Kejaksaan Agung, entah karena desakan masyarakat atau karena memang "gregetan"  tidak berhenti sampai me "non job" kan Pinangki. Secara profesional dalam tempo singkat Kejaksaan Agung menyelidiki kasus Pinangki. Perjalanan kasus berlanjut, dengan ditetapkannya Pinangki jadi Tersangka oleh Kejaksaan Agung dan Penyidik langsung menangkap Pinangki di kediamannya Selasa tanggal 11 Agustus 2020. 

Pinangki dijerat dengan Pasal 5(2), Pasal 15 UU no 20 tahun 2001 karena diduga menerima suap dari Joko senilai 500.000 US dollar setara dengan Rp7,4 Milyar. Kabarnya jumlah uang yang akan diterima Pinangki sangat anjay jumlahnya, bila berhasil melakukan tugasnya. Succes fee Pinangki berupa pembelian asset pembangkit listrik senilai 10 juta dollar USA atau sekitar Rp 145 miliar.

Apakah dengan ditetapkannya Jaksa Pinangki Sirna Malasari sebagai Tersangka membuat masyarakat diam ? Pinangki ditetapkan sebagai Tersangka dalam kasus pengurusan fatwa bebas dari Mahkamah Agung untuk Joko. Masyarakat tetap saja nyinyir.

Ada dugaan Jaksa Pinangki di "back up" orang kuat di Kejaksaan, seperti disinyalir oleh Ketua Komisi Kejaksaan, Barita Simanjuntak. Masyarakat tidak mau percaya begitu saja bahwa Jaksa Pinangki pemain single, karena jabatannya hanya sebagai pegawai eselon IV di Kejaksaan Agung. Sebelum di non jobkan Pinangki menjabat sebagai Kepala sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan. Jabatan tersebut tersebut tidak mempunyai kewenangan yang mumpuni dan tidak cukup bergengsi bahkan Pinangki bukanlah penyidik.

Akibat pemberitaan yang massive baik di media sosial maupun di media mainstream Jaksa Pinangki menjadi selebriti baru. Jaksa Pinangki betul2 jadi fokus perhatian, bak artis penyanyi sedang show di panggung dengan lampu sorot. Penggalian informasi pribadinyapun tidak bisa dihindari. Dari status perkawinan, gaya hidup, mobil mewahnya, sampai operasi plastik hidungnya di New York City USA juga dikupas.

Tiga Lembaga yang Berwenang Mengusut Korupsi.

Di negara Indonesia tercinta ini ada 3 Lembaga yang berwenang untuk mengusut perkara korupsi. Kepolisian RI berdasarkan UU No 2 tahun 2002,  Kejaksaan RI dilandasi UU No 16 tahun 2004 terakhir Lembaga Ad Hoc KPK berdasarkan UU 19 tahun 2019.

Adanya 3 Lembaga yang berwenang memeriksa perkara Korupsi menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan perbuatan yang luar biasa. Untuk mengantisipasi korupsi bukan cuma sekedar upaya saja yang luar biasa, lembaga yang terlibatpun luar biasa banyaknya.

Namun apakah dengan melibatkan 3 Lembaga pada saat yang bersamaan merupakan kebijakan luar biasa untuk menumpas korupsi? Perlu penelitian yang memadai untuk menjawab hipotesa ini. Tapi yang jelas agar tidak terjadi benturan atau rebutan pekerjaan dibutuhkan koordinasi. Koordinasi sangat dibutuhkan kalau mau efektif melawan koruptor, kalau tidak? Akan menghabiskan energi masing2 lembaga karena perang rebutan otoritas.

Sejauh ini yang kita ketahui untuk mengkoordinir untuk mengusut perkara korupsi, tiga lembaga terkait (Polri, Kejaksaan dan KPK) mempunyai Memorandum of Understanding.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun