Force Majeure adalah suatu keadaan diluar kekuasaan manusia. Keadaan yang terjadi melampaui kemampuan manusia untuk mengatasinya.
Salah satu ciri dari di luar kemampuan manusia, peristiwanya terjadi diluar dugaan baik waktunya maupun kejadiannya sendiri. Kapan terjadinya dan apa peristiwanya tidak ada yang tau.
Selanjutnya pihak yang berkewajiban tidak berperanan sama sekali membuat terjadinya keadaan force majeure. Apabila pihak yang berkewajiban pemicu terjadinya, maka tidak bisa dikatagorikan force majeure, walaupun peristiwanya diluar kemampuan manusia mengatasinya.
Contoh, kebakaran barang dagangan karena kelalaian debitur. Â Keadaan ini tidak bisa dijadikan keadaan force majeure bagi debitur.
Selain itu pihak yang berkewajiban sudah melakukan upaya=upaya yang maksimal untuk memenuhi kewajibannya. Apabila tidak ada upaya sama sekali alias hanya berpangku tangan saja menghadapi suatu keadaan, tidak bisa dinamakan keadaan force majeure. Syarat terakhir. Peristiwanya relevan dengan kewajiban.
Boleh dikatakan erat hubungannya antara peristiwa dengan kewajiban. Hubungannya merupakan sebab dan akibat. Syarat relevansi inilah yang mengakibatkan suatu keadaan Force Majeure menjadi unik.
Keadaan force majeure tidak bisa diberlakukan secara umum, harus dilihat kasus demi kasus. Erupsi Gunung Merapi di Yogya, tidak otomatis mengakibatkan seluruh perjanjian di daerah Yogya dalam keadaan force majeure. Harus dilihat kasus per kasus.
Banyak syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu keadaan dinamakan force majeure. Kevalidan suatu force majeure tergantung pemenuhan unsur-unsur yang diuraikan diatas.
 Sumber Aturan Force Majeure.
Ada 2 sumber aturan force majeure yang dikenal sebagai klausula yang mengikat dari suatu perjanjian.
1. Sumber yang pertama diatur dalam Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUHPerdata. Dengan adanya Pasal2 ini menjadikan aturan Force Majeure berlaku terhadap setiap perjanjian.Â