Sampun duwe roso wani, Sampun duwe roso wedi, Yen kepengkok ojo mlayu. Artinya, Jangan memiliki rasa berani, dan jangan pula memiliki rasa takut, jika dihadang masalah, jangan lari.
Inti dari nasehat Eyang Sosrokartono di atas adalah, beliau mengajarkan kita untuk bertindak rasional. Beliau mengajarkan agar kita tidak terombang ambingkan oleh keinginan ego untuk mendapat pujian dan menghindari celaan.
Dengan melepaskan diri pengaruh ego ini, maka akan muncul keberanian dalam diri kita untuk menghadapi segala permasalahan. Keberanian yang benar benar berani, bukan karena takut dianggap tidak berani. Keberanian yang menyelesaikan masalah, bukan keberanian yang justru memperkeruh keadaan dan merugikan diri sendiri.
Keberanian menjadi tolok ukur kemanusiaan seseorang. Kita lebih menghargai pemimpin yang berani daripada yang penakut. Â Mereka disanjung karena keberaniannya. Â Dan dilecehkan jika menunjukkan rasa takutnya.
Itulah sebabnya banyak yang "berani" bukan karena berani, tetapi justru karena "takut". Takut dianggap sebagai orang yang "tidak pemberani". Â Rasa takut ini muncul dari keinginan ego kita untuk mendapatkan penghargaan dan menghindari penolakan.
Ketika unsur emosi akibat  tuntutan ego untuk dihargai muncul, maka unsur rasio seringkali dilupakan.  Pertimbangan rasio yang membuat kita bisa memutuskan sesuatu dengan benar menjadi lemah.  Akibatnya kita bisa melakukan tindakan yang sangat merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Itulah sebabnya banyak pemimpin perang yang ditangkap lawan justru karena keberaniannya. Karena merasa tertantang ego nya, seringkali Panglima perang melupakan strategi dan mendatangi tempat di mana dia akan dijebak oleh musuhnya.
Peristiwa penangkapan Pangeran Diponegoro ketika berunding dengan Belanda membuktikan bahwa keberanian beliau disalah gunakan lawan  untuk menangkapnya.  Beliau ditangkap justru karena tidak membawa cukup pasukan ketika akan melakukan perundingan.
Dalam peristiwa sehari hari kita sering melihat bagaimana keberanian bisa merugikan ketika salah dalam penerapannya. Melawan atasan secara frontal seringkali dianggap sebagai "keberanian" dalam menjaga prinsip. Tetapi keberaninan ini biasanya justru membuatnya terkucil dan dikalahkan dalam politik kantor.
Itulah pentingnya kita menggunakan rasio atau pertimbangan dalam mengambil keputusan dan dalam bertindak. Mengandalkan emosi semata sangatlah merugikan.Â
Eyang Sosro Kartono memberikan solusi dalam mengendalikan emosi ini. Beliau mengajarkan kita untuk "Sepi pamrih, tebih ajrih" ( Bebas dari rasa pamrih dan jauh dari ketakutan).
Beliau mengajarkan agar kita tidak mengharapkan pujian atau menghindari celaan.  Dengan melepaskan ego dari keinginan dipuji dan ketakutan untuk dicela, rasio anda menjadi bebas. Dan ketika rasio anda menjadi  bebas, maka dia akan bisa berfungsi dengan baik.
Selain itu sepi ing pamrih justru akan membuat anda lebih berani dalam bersikap. Keinginan untuk mendapatkan pujian dan celaan sering membuat seseorang takut bertindak. Itulah sebabnya sikap sepi ing pamrih membuat pikiran anda bebas dan dan lebih berani dalam mengambil keputusan dan bertindak. Â Sepi ing pamrih (Tanpa pamrih) membuat anda tebih ajrih ( jauh dari rasa takut ).
Handoyoputro
sumber : Black Walet
Belajar keberanian dari Eyang Sosrokartono
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H