Mohon tunggu...
Handoko
Handoko Mohon Tunggu... Programmer - Laki-laki tua yang masih mencari jati diri.

Lulusan Elektro, karyawan swasta, passion menulis. Sayang kemampuan menulis cuma pas-pasan. Berharap dengan join ke kompasiana, bisa dapat pembaca yang menyukai tulisan-tulisan receh saya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengintip Politik Pilpres di Tetangga Kita, Filipina

12 Oktober 2021   12:09 Diperbarui: 12 Oktober 2021   12:30 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu hari saya bercakap-cakap dengan seorang teman yang usianya jauh lebih muda dari saya dan kebetulan dia seorang warga Filipina. (Boleh percaya boleh tidak, orang Filipina itu menurut saya punya banyak kesamaan karakteristik dengan orang Indonesia.) 

Percakapan ini cukup menggugah rasa ingin tahu saya, karena saya mendapatkan sebuah fakta yang mengejutkan dan sulit diterima oleh nalar saya. Berawal dari cerita tinju dan Pacquiao, percakapan kami bergeser ke politik dan pemilihan presiden yang sebentar lagi akan berlangsung di Filipina. 

Di sinilah kemudian saya mendengar sesuatu yang cukup mengejutkan, ketika dia dengan bersemangat tentang anak Ferdinand Marcos yang diperkirakan akan ikut terjun dalam pemilihan itu.

Tidak ada nada sinis, yang terlihat justru sebuah antusiasme.

Dengan hati-hati saya bertanya (dalam bahasa Inggris ala kadarnya), "Bukannya dulu bapaknya itu yang koruptor?"

"Ah, fitnah itu," jawab dia dengan yakin.

Saya berusaha menggali ingatan saya tentang peristiwa yang saya tonton di TV waktu saya masih kecil itu. Berita yang menampilkan jalanan dipenuhi orang-orang berdemo sambil membawa lilin, menuntut agar Marcos turun. Berita yang menampilkan koleksi sepatu mewah Imelda Marcos yang membuat orang berdecak-decak.

Apa kata teman saya itu ketika saya mencoba menceritakan serpihan-serpihan memori yang saya kumpulkan itu?

"Itu koleksi Imelda Marcos sebelum Ferdinand menjadi presiden, memang mereka orang kaya bahkan sebelum Ferdinand terpilih menjadi presiden."

"Bagaimana dengan Aquino?" tanya saya.

"Aquino adalah lawan politik Marcos, dia memfitnah Marcos untuk membalas dendam atas kematian suaminya," jawab teman saya itu dengan penuh keyakinan.

Pening kepala saya mendengar jawaban-jawaban itu. 

Seperti terjadi gegar informasi dalam kepala saya. Sebuah kontradiksi antara ingatan saya tentang Ferdinand Marcos yang saya tonton bersama orang tua saya di berita TVRI jaman dahulu.

Dengan cerita tentang keluarga Marcos dari teman saya yang lahir beberapa tahun setelah lengsernya Marcos.

Tadinya dugaan saya Pacquiao yang sangat populer di sana akan menjadi pilihan teman saya ini, ternyata dari cara dia bercerita, hatinya justru condong pada : Ferdinand "Bongbong" Romualdez Marcos Jr, anak mendiang Ferdinand Marcos yang lengser secara paksa, dan sempat lari dari negaranya.

Bisakah kita membayangkan? 

Seseorang yang sempat diturunkan secara "paksa" oleh rakyatnya akibat korupsi, tindakan-tindakan yang melanggar HAM, dst; dalam hitungan beberapa dekade, bahkan ketika generasi yang saat itu pernah ikut berdemo menurunkan orang tersebut masih hidup, berhasil mengubah citra yang hitam dan merah berlumuran darah, menjadi citra yang seakan bersih dan kesalahan-kesalahannya (kalau tidak mau dikatakan kejahatan) sebagai sesuatu yang bisa dimaklumi.

Seakan-akan gerakan revolusi EDSA yang sampai dibuat monumen-nya di Manila itu sebuah kesalahan, atau sebuah glitches saja dalam sejarah negara mereka.

Saya tidak ingin menyinggung perasaan teman saya itu dan memilih menggeser topik pembicaraan ke hal-hal yang lebih ringan, daripada melanjutkan percakapan tentang Ferdinand Marcos.

Meski demikian, cerita teman saya itu diam-diam masih membayang terus dalam benak saya.

Sejarah reformasi 1998 di Indonesia, bisa juga ditarik garis paralelnya dengan revolusi EDSA-nya Filipina. 

Jika sekarang trah Marcos kembali menapakkan kaki di panggung perpolitikan Filipina dan menatapkan pandangan mata mereka pada posisi tertinggi dalam pemerintahan, bagaimana pula dengan Indonesia?

Apakah hal yang sama juga sedang terjadi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun