Mohon tunggu...
Handoko
Handoko Mohon Tunggu... Programmer - Laki-laki tua yang masih mencari jati diri.

Lulusan Elektro, karyawan swasta, passion menulis. Sayang kemampuan menulis cuma pas-pasan. Berharap dengan join ke kompasiana, bisa dapat pembaca yang menyukai tulisan-tulisan receh saya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kartu Remi Bang Marwoto

14 September 2021   17:15 Diperbarui: 14 September 2021   17:16 1186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gbr diambil dr https://unsplash.com/photos/P787-xixGio

Disclaimer : Ingin nulis fiksi, tapi kurang berbakat. Meski tak fasih, tetap bersemangat.

Bang Marwoto baru saja membeli satu pack kartu remi. Bekal piknik bersama keluarga kecilnya ke Pantai Pasir Putih di Malang. Dasar punya bakat terpendam untuk jadi penjudi, begitu sampai di pantai dengan semangat Bang Marwoto mengajak anak dan isterinya untuk bermain kartu.

"Yang gampang-gampang sajalah, main cangkulan saja," bujuknya ke anak dan isteri.

"Kenapa ya Yah, namanya cangkulan? Di sekolah temen Andi bilang namanya Minuman," tanya anak yang paling kecil, dia yang paling cepat menyetujui keinginan ayahnya untuk main kartu.

"Ya apa sajalah, pokoknya aturannya sama," jawab Bang Marwoto yang dengan tidak sabar sudah mulai mengocok kartu.

Keluarga kecil itu pun main cangkulan di bawah rindangnya pohon kelapa. Bang Marwoto memang berbakat jadi penjudi, dua putaran dia terus menerus yang keluar jadi pemenang.

Namun saat dia membagi kartu untuk putaran ketiga, dia lihat kali ini kartu yang dia pegang semuanya kecil-kecil. Bang Marwoto yang tak ingin rekor kemenangannya tercoreng diam-diam memutar otak.

"Tahan ... tahan ...," serunya menghentikan si isteri yang siap-siap melemparkan kartu pertama.

"Tunggu dulu, rasanya bosan ya main cangkulan begini-begini saja. Bagaimana kalau aturannya kita ubah? Sekarang yang nilainya lebih kecil yang menang," ujar Bang Marwoto dengan senyum lebar di wajahnya.

"Halah kok aneh to Pak? Main cangkulan, masa kartu kecil menang lawan kartu besar?" tanya isterinya heran.

"Ya nggak apa-apa toh Dik. Yang penting semua sepakat, ya jadi permainan. Daripada bosen cangkulan yang begitu-begitu saja. Sesekali kita mesti kreatif, main cangkulan, tapi aturannya diubah sedikit. Biar tidak membosankan." Bang Marwoto mengucapkan argumennya dengan penuh kepercayaan diri.

Sebagai isteri dan anak, anggota keluarga yang lain pun akhirnya setuju. Berkat peraturan yang baru, Bang Marwoto lagi-lagi menang. Rasa kemenangan yang didapat dengan "kecerdikan" rupanya membuat Bang Marwoto ketagihan. Setiap kali selesai membagikan kartu, dia akan memikirkan peraturan baru yang "kreatif" dan yang paling penting, peraturan itu membantu dia untuk memenangkan permainan.

Putaran ke-enam, kartu hati selalu lebih unggul dibanding kartu yang lain. Putaran ke-delapan, cuma angka ganjil yang diperhitungkan. Putaran ke-sepuluh kalau ada kartu yang warnanya sama, nilainya boleh dikombinasikan. Dst.

Semakin lama Bang Marwoto semakin terbawa suasana, bahkan dia sendiri lama kelamaan terbawa oleh argumen-argumen dan alasan-alasan yang dia buat sendiri. Dalam benak Bang Marwoto, perubahan peraturan itu adalah demi kebaikan mereka bersama.

Sampai akhirnya ketika Bang Marwoto mengeluarkan peraturan terbarunya, "... jadi begitu ya. Kartu terkuat itu adalah Raja. Kartu As itu nilainya satu."

Hanya kesunyian yang menyambut keputusannya. Bang Marwoto menengok ke kiri dan ke kanan. Tidak ada orang. Barusan dia berpikir sangat keras untuk mengeluarkan peraturan terbaru yang akan menjamin kemenangan berikutnya. Sampai-sampai dia tidak menyadari ketika anak dan isterinya diam-diam menaruh kartu mereka di pasir dan pergi meninggalkan dirinya sendirian.

Di kejauhan dia lihat isteri dan anak-anaknya bermain di antara ombak. Kartu-kartu remi yang dia bawa dari rumah bertebaran dan perlahan tertiup pergi oleh angin.

Begitulah kisah Bang Marwoto yang bermain-main dengan peraturan. Akhirnya ditinggalkan sendirian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun