Mohon tunggu...
Handoko
Handoko Mohon Tunggu... Programmer - Laki-laki tua yang masih mencari jati diri.

Lulusan Elektro, karyawan swasta, passion menulis. Sayang kemampuan menulis cuma pas-pasan. Berharap dengan join ke kompasiana, bisa dapat pembaca yang menyukai tulisan-tulisan receh saya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Buru-Buru Berpesta Atas Kemenangan Taliban

21 Agustus 2021   10:50 Diperbarui: 21 Agustus 2021   11:02 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gbr diambil dr kompasTV

Amerika Serikat menarik pasukannya dari Afghanistan dan dalam hitungan hari Taliban berkuasa kembali di Afghanistan.

Tiba-tiba muncul beberapa cuitan dan ucapan selamat dari satu-dua tokoh di Indonesia, yang merayakan kemenangan Taliban.

Bagi saya yang aktif di kaskus, selain di Kompasiana, saya juga sempat membaca komentar beberapa kaskuser yang ikut merayakan kemenangan Taliban. 

Seakan-akan, ada semacam persepsi bahwa kemenangan Taliban adalah kemenangan Islam.

Saya tidak habis pikir, dari mana ide itu bisa muncul? Apakah karena lawan Taliban adalah Amerika Serikat? Apakah karena pemerintah Afghanistan yang dikalahkan oleh Taliban itu sebelumnya mendapatkan dukungan dari Amerika Serikat?

Seakan luput dari pemikiran segelintir kecil orang ini, (relatif kecil dibandingkan suara yang lebih obyektif), bahwa yang dijatuhkan dan yang dilawan oleh Taliban itu juga Muslim lho. Mereka itu dulu pejuang-pejuang Mujahiddin yang mempertahankan negara mereka dari Uni Soviet.

Saya tidak cukup berpengetahuan untuk bisa beropini tentang siapa Taliban Dan siapa lawannya.

Yang saya tahu, dalam perang tidak ada yang sederhana. 

Masih ingatkah tentang sejarah kemerdekaan Indonesia? Dalam cerita-cerita Perang Dunia II buatan Hollywood. Jerman dan sekutunya adalah penjahat.

Sementara Amerika Serikat dan sekutunya adalah pahlawan dan Belanda adalah salah satunya. Namun sebagai orang Indonesia, bisakah kita menerima ide itu, bahwa Belanda merupakan bagian dari protagonist di Perang Dunia II dalam otak kita ini?

Mustahil.

Jadi marilah kita ambil pelajaran dari pengalaman kita itu. Jangan mudah menentukan siapa benar dan siapa salah dalam sebuah peristiwa perang.

Apalagi yang terjadi di Afghanistan adalah sebuah perang saudara. Lepas dari keberadaan Amerika Serikat di sana, mereka yang bertikai masihlah sesama saudara sendiri.

Jadi jangan terburu bersorak merayakan.

Justru mungkin mestinya kita semua duduk diam dan terpekur. Mengapa sesama saudara seiman, sesama saudara sebangsa, bisa sampai saling membunuh?

Apa yang salah?

Mungkin perang yang cukup sederhana untuk menentukan benar dan salah itu, adalah perang untuk mempertahankan negara.

Hampir bisa dipastikan, mereka yang berjuang untuk mempertahankan kedaulatan negaranya adalah benar.

Eits... Tunggu dulu, itu pun masih ada kisah Kumbakarna, pahlawan yang rela mati demi membela kedaulatan tanah airnya, tapi rohnya tak bisa tenang karena ada hal-hal yang luput dari pertimbangan-nya.

Jadi tahan dulu sorak-soraimu kawan, coba renungkan lebih dalam sebelum engkau bersorak.

Bahkan kalaupun Taliban itu pahlawan di duniamu, mungkin pada akhirnya tetap kau akan berakhir menunduk dalam duka. 

Berdoa bagi mereka yang menjadi korban sebuah perang.

Meratapi perang yang membuat saudara dan tetangga saling bunuh, daripada hidup berdampingan dalam damai dan toleransi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun